banner 728x90

Tingkatkat Kapasitas Relawan, LPBI NU Ponorogo gelar Jagon Relawan

Ponorogo, Mearindo.com – Terjadinya bencana alam berdampak pada kerugian materil berupa harta benda dan bahkan kerap kali memakan korban nyawa manusia. Kerusakan alam menjadi penyebab utama terjadinya bencana tersebut, maka perlu adanya manajemen resiko kebencanaan yang matang bagi setiap elemen masyarakat utamanya sebagai relawan.

LPBI NU Ponorogo memiliki ratusan relawan yang tersebar di setiap kecamatan utamanya daerah yang rawan terdampak bencana.

Dengan jumlah yang tidak sedikit ini maka perlu adanya peningkatan kapasitas sebagai relawan kususnya dalam pencegahan dan pertolongan ketika terjadi bencana alam. Maka dengan kebutuhan yang memang sangat diperlukan oleh relawan untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan dalam memanajemen resiko terjadinya bencana alam, diadakanlah “Jagong Relawan” bagi relawan LPBI NU.

“Kami inginkan dengan adanya jagong ini, relawan LPBI NU mampu memahami apa yang harus dilakukan sebagai relawan untuk pencegahan dan manajemen resiko terjadinya bencana alam agar tidak memakan korban yang terlalu banyak” kata Novi Tri Hartanto, Ketua LPBI NU Ponorogo.

Jagong Relawan ini dilaksanakan pada 5 Nopember 2020 bertempat di Kantor PC NU Ponorogo yang dihadiri oleh Gus Kholid Ali Husni (wakil ketua PCNU) Novi Tri Hartanto (ketua LPBI NU) Darmanto atau biasa dipanggil Mbah Darmo (Pemateri / Relawan senior Jangkar Kelud) sekjen Forum pengurangan resiko bencana (FPRB) jawa timur dan perwakilan setiap kecamatan dari relawan LPBI NU Ponorogo.

Dalam sambutannya Gus Kholid mengapresiasi terhadap kinerja LPBI NU Ponorogo yang selalu cekatan dalam tugas kemanusiaan dimanapun terjadi bencana dan utamanya dalam pencegahan terjadinya bencana alam melalui berbagai progran yangbtelah dilaksanakan para relawan. “LPBI NU Ponorogo memiliki peranan yang penting dalam setiap terjadinya bencana dan utananya upaya pencegahan, maka dengan aktifitas yang tinggi ini para relawan perlu bekal yang matang agar kinerja relawan dalam bertugas sesuai dengan prosedur” pesan Gus Kholid.

Sementara itu Mbah Darmo (jangkar Kelud) yang menjadi sekjen FPRB jatim (forum pengurangan resiko bencana) yang malam itu menjadi pemantik jagong relawan menyampaikan terkait dasar hukum kebencanaan dalam UU no.24 tahun 2007. Pria asli putra arema ini bercerita panjang lebar terkait kerelawanan dan kebencanaan. Namanya mulai dikenal setelah menangank bencana gunung kelud dengan sebutan Mbah Darmo.

Dalam diskusi mbah darmo menyampaikan bah Relawan harus siap di waktu pra terjadinya bencana, pada saat bencana dan pasca bencana. “Pencegahan resiko terjadinya bencana dan pemulihan pasca bencana mejadi hal yang sangat penting harus dilakukan oleh relawan LPBI NU dari pada penanganan saat bencana terjadi” tegasnya.

Bagaimana pencegahan ini menjadi budaya dalam masyarakat kita. Seperti halnya saat ada orang meninggak dunia, secara otomatis masyarakat melakukan tugasnya masing-masing tanpa harus disuruh. Tugas sebagai Relawan juga harus maampu mengedukasi masyarakat untuk mengantisipasi resika terjadinya bencana.

Pada fase pra bencana berupa mitigasi harus lebih ditingkatkan untuk memperkecil dampak teerjadinya bencana. Mitigasi dilakukan tidak hanya oleh relawan saja akan tetapi seluruh elemen masyarakat juga harus melakukan mitigasi tersebut. Pengurangan resiko bencana bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan; penghijauan, pengelolaan sampah, pembenahan drainase dan yang lain (mitigasi struktural), dan perlu adanya peningkatan SDM untuk memahami apa yang harus dilakukan (mitigasi non struktural). Mitigasi spiritual juga perlu dilakukan untuk meningkatkan rasa kepemilikan yang nantinya masyarakat secara mandiri menjaga lingkungannya agar tidak terjadi bencana, hal ini dilakukan dengan melibatkan tokoh agama guna memberikan dalil-dalil akan kewajiban menjaga lingkungan.

Selain itu ada fase siaga darurat dimana kesiap siagaan relawan sebelun terjadinya bencana. Jika Eaely Waening System (EWS) diaktifkan maka relawan boleh melaksanakan evakuasi. Fase transisi Darurat, team reaksi cepat (TRC) malakukan kajian cepat terhadap kejadian bencana guna dilaporkan kepada pemerintah/dinas terkait yang nantinya akan dpublis. tanggap darurat ini terbagi daei kebutuhan darurat yaitu pada saat terjadi bencana dan pemulihan darurat yaitu kebutuhan keberlangsungan hidup warga terdampak mulai daei sandang, pangan, papan dan pemulihan kejiwaan.

Selain itu rehabilitasi dan rekonstruksi (RR) peningkatan resiko juga harus dipahami oleh relawan. Seperti COVID-19 ini yang juga termasuk bencana, maka berlaku rumus; kurangi mobilitas, kurangi interaksi fisik dan sebaliknya tingkatkan imunitas dan tingkatkan kesehatan (layanan kesehatan).

Mulai Nopember ini intensitas curah hujan diprediksi akan tinggi, tentu perlu banyak pesiapan yang harus dilakukan oleh Relawan LPBI NU Ponorogo untuk mengurangi dan pencegahan terjadinya bencana alam. Relawan akan bersinergi dengan berbagai stekholder untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya pencegahan dari pada penanganan. “LPBI NU Ponorogo akan selalu siap bertugas dimanapun untuk melayani masyarakat yang membutuhkan, dan kami akan terus bergerak mengedukasi masyarakat agar tugas pencegahan penanganan dan pemulihan bukan tugas relawan semata akan tetapi tugas bersama” imbuh Novi dalam menutup jagong relawan.

Jurnalis : Ali Fahrudin

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan