Dua Anak Diduga Menjadi Korban Kekerasan Aparat Saat Mayday, Koalisi Masyarakat Sipil Kota Bandung Mendatangi KPAI
Jakarta, Mearindo.com – Koalisi Masyarakat Sipil Kota Bandung yang diwakili oleh LBH Bandung dan YLBHI mendatangi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada Selasa siang, 7 Mei 2019 untuk melaporkan 2 (dua) anak yang diduga menjadi korban kekerasan saat peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2019 lalu.
Pengaduan diterima oleh Retno Listyarti, Komisioner KPAI didampingi Dyah Ambarwati dan Khoirul, analis pengaduan KPAI. Sedangkan pengadu adalah Willy (Direktur LBH Bandung) dan Muhamad Isnur (Ketua Advokasi YLBHI).
Adapun poin-poin penting yang disampaikan pengadu kepada KPAI adalah LBH Bandung yang merupakan bagian dari Koalisi Masyarakat Sipil Kota Bandung membuka posko pengaduan bagi para korban kekerasan aparat saat peringatan hari buruh di kota Bandung pada 1 Mei 2019.
Dari sejumlah lpengaduan yang diteima posko pengaduan LBH Bandung terdapat 2 laporan terkait kekerasan terhadap dua anak dalam peristiwa tersebut. Anak korban mengaku berusia 15 dan 17 tahun.
Menurut keterangan LBH Bandung yang mewakili koalisi, , kedua anak tersebut mengalami kekerasan berupa pemukulan dengan menggunakan besi, paralon dan batang kayu, bahkan satu korban hidungnya tertusuk besi dan mengeluarkan darah cukup banyak.
Pemukulan diduga dilakukan tidak hanya oleh aparat tetapi juga salah satu ormas. Kedua korban tidak hanya mengalami pemukulan, tetapi juga dipermalukan dengan cara ditelanjangi, berguling-guling diaspal, dan digunduli.
Informasi menyebutkan pasca keduanya dilepas oleh pihak aparat (karena tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh keduanya), kedua anak korban saat ini mengalami ketakutan dan trauma atas peristiwa yang dialaminya. Apalagi teman-teman sekolah pun membully korban karena badannya lebam dan berkepala botak sehingga mengalami stigma negative akibat gencarnya pemberitaan di media massa dan juga viral di media social.
Dikatakan pula kedua anak korban ikut aksi Mayday dari ajakan melalui media social, jadi hanya sekedar ikut-ikutan karena beberapa teman bermainnya juga ikut. Mereka tidak tahu rundown acara, hanya sekedar ikut untuk memenuhi rasa ingin tahu sebagai remaja. Mereka juga tidak membawa senjata tajam ataupun benda lain, mereka hanya diminta menggunakan kaos berwarna hitam. Keduanya juga mengaku tidak melakukan aksi vandal.
Pengadu berharap, KPAI sebagai lembaga Negara yang memiliki tugas memastikan perlindungan anak di Republik ini dapat mengkaji kasus ini dan segera melakukan pengawasan kepada pihak-pihak terkait sebagaimana di sebutkan dalam pengaduan ini.
Koalisi Masyarakat Sipil Kota bandung berharap KPAI bisa melindungi dan memenuhi hak-hak anak korban, mengingat kedua korban saat ini masih dalam keadaan lebam dan mengalami trauma psikologis, sehingga perlu segera diberi bantuan rehablitasi psikologis dan medis. Pengadu berharap peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi, apalagi terhadap anak.
Atas laporan tersebut, maka KPAI menyatakan sikap sebagaimana disampaikan Retno Listyarti, Komisioner KPAI pihaknya akan mempelajari kasus ini secara seksama, karena data yang baru diserahkan ke KPAI adalah kronologis anak mengalami kekerasan saat May Day di Bandung, namun belum ada gambaran lain mengapa kedua anak tersebut tertarik untuk ikut aksi, bagaimana ajakan aksi tersebut sampai melibatkan anak-anak yang bukan pekerja/buruh,
“KPAI akan menemui kedua korban untuk menggali lebih jauh apa yang membuat mereka ikut aksi tersebut dan apa yang kemudian terjadi. Hal ini penting agar kejadian serupa tidak terulang pada anak yang lain. Apalagi ajakan kabarnya berasal dari media social. Tentu saja media social ini harus ditelusuri nantinya oleh pihak yang berwenang.” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI.
Selain itu Retno juga mengatakan KPAI akan mendorong paraorangtua korban dan korban yang masih usia anak (0-18 tahun) dalam peristiwa tersebut untuk berani melapor ke Pengaduan Online KPAI www.kpai.go.id , agar KPAI bisa mendorong pemerintah daerah melakukan rehabilitasi medis dan psikis kepada anak-anak korban. Kalau tidak ada laporan, maka sulit bagi KPAI untuk memastikan bahwa anak-anak tersebut mendapatkan hak-haknya untuk di rehabilitasi secara medis dan psikis. Karena berdasarkan data yang dirilis pihak kepolisian, dari 619 orang yang ditangkap, 293 orang diantaranya berusia anak. Semua sudah dikembalikan ke orangtuanya. Namun demikian, hak-hak anak-anak tersebut, terutama rehabilitasi psikis dan medis harus diberikan oleh lembaga-lembaga layanan Pemkot Bandung.
Terkait ini, KPAI akan bersurat kepada Walikota Bandung agar dapat difasilitasi rapat koordinasi dengan kepala daerah dan jajaran OPD terkait, seperti Dinas kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, P2TP2A, Dinas Sosial dan Dinasi Pendidikan Kota Bandung.
KPAI juga akan menyurati secara khusus Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung agar para siswanya yang berkepala botak setelah peristiwa peringatan Mayday di Kota Bandung untuk tidak di stigma negative dan dilindungi dari pembullyan. Bagaimananapun anak-anak itu adalah korban, mereka hanya ikut-ikutan dan tidak melakukan tindak pidana apapun. Anak bisa salah, karena itu butuh pendampingan, bimbingan dan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri, bukan dibully apalagi di berikan sanksi.
KPAI menghormati pihak kepolisian dalam melakukan pengamanan, namun tentu saja harus tetap mengedepankan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), apalagi terhadap anak-anak. Karena pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi Konvenan Hak Anak (KHA) pada tahun 1990. Kalau anak-anak itu memang melanggar pidana, maka seharusnya aparat menggunakan dan menghormati UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Terkait hal ini, KPAI akan bersurat kepada Kapolda Jawa Barat untuk meminta penjelasan terkait kasus anak-anak yang menjadi korban kekerasan saat Mayday di kota Bandung. (Rtn/Lana)
No Responses