Imam Yudhianto Sampaikan Paradoks Kehidupan Ummat Saat Ini
PARADOKS KEHIDUPAN UMMAT SAAT INI
Oleh : Imam Yudhianto S. (Mahasiswa PAI STAIM Magetan)
Tarik ulur kepentingan dalam persaingan global saat ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Kenyataan empiris realitas sosial adalah bukti nyata bahwa antara nilai-nilai agama dan tuntunan jaman terus berpacu. Kebangkitan agama yang pernah diprediksi oleh kaum futuristik membawa sedikit harapan, tapi fenomena sosial di sekitar kita sungguh amat menyedihkan. Sungguh antara sadar atau tidak, telah terjadi eksploitasi dan manipulasi nilai serta beragam paradok kehidupan yang mengiris hati. Ketika politik menjadi panglima, materi menjadi ‘Tuhan kecil’ dalam kehidupan masyarakat, hedonisme, permissivisme menjadi ciri gaya kehidupan modern, yang ada hanyalah kehancuran nilai kemanusiaan.
Kesenjangan ekonomi, meningkatnya tindak kriminal dan modus operasinya, serta kuatnya kaki kaum kapitalis modern membuat kita bagai katak di siram air. Erosi nilai dan hilangnya kepekaan sosial serta sensifitas kultural tanpa terasa telah menjalar dalam denyut nadi perjuangan ummat Islam, seolah pelan namun pasti bahkan nyaris tanpa kita rasakan, bahwa kita sudah dibawa pada suatu kondisi sosial yang kontra produktif dengan semangat kebangkitan agama.
Jujur harus diakui bahwa atas nama tuntutan zaman, telah terjadi bentuk penjajahan dan pemboikotan baru atas kreatifitas. Sehingga benar adanya, apa yang pernah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam sinyalir, adalah sebuah sabdanya, bahwa suatu saat umatku bagaikan buih di lautan, bukan karena jumlahnya yang sedikit, bahkan ummat Islam adalah kaum mayoritas, tapi kelalaian mereka yang membuat kedadaan seperti itu.
Konteks saat ini betapa harga diri (Izzatul Islam) menjadi pertaruhan.
Degradasi moral yang terus menuju titik nadir terendah, meningkatnya kriminalitas, maraknya tindak asusila dan pelecehan nilai sosial-kemasyaratan, serta tidak adilnya sistem sosial yang berlaku seharusnya segera kita sadari. Kita tidak bisa terlalu lama terbuai dalam janji semu modernisme yang telah menghilangkan kepekaan sosial. Kita harus sadar bahwa musuh kita saat ini sedang tertawa dan mempermainkan kita.
Terbukti dengan kedok-kedok mereka, seperti ; HAM dan anti terorisme telah menginjak-injak harga diri ummat Islam bukan hanya di negara-negara yang mereka serang secara fisik, tapi kaum muslimin seluruhnya, dan semestinya kitapun di Indonesia merasakan hal yang sama, yaitu berbagi kepedihan atas keterpurukan ummat Islam di mata internasional saat ini. Tentunya dalam konteks ini, kita harus menyadari bahwa kita saat ini telah menjadi tawanan ‘produk’ mereka. Kita masih bergantung pada mereka. Otak dan pikiran kita masih ada dalam kendali mereka. Seakan mereka telah berhasil mencuci otak kita sehingga kita terbiasa dan terlena dalam sebuah buaian licik. Kondisi kita sungguh sangat menyedihkan, bagaikan ’kancil pilek’ yang hanya pandai berapologi untuk sebuah evasi diri, sementara kita disibukkan untuk mengurus perbedaan kecil yang berkutat di seputar wilayah internal kita. Dan keadaan ini memang sengaja dihembuskan supaya kita tetap pada kondisi lemah dan terpuruk.
Perlu disadari bersama, masa depan tidak pernah diberikan oleh orang lain. Masa depan Islam menjadi tanggung jawab ummat Islam sendiri. Maka sudah saatnya, kita satukan tekad, ‘sebagai penerus estafet perjuangan Rasul’ guna meretas jalan baru menuju perwujudan Islam sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin. Kita harus mampu mengakhiri pembodohan ummat dan mendampingi perjuangan ummat untuk mendapatkan kembali hak-haknya yang telah dirampas. Dan semua itu memerlukan kesadaran kita, bukan lagi saling melempar tanggung jawab, tapi bagaimana menjadikan segala aktivitas kita merupakan usaha untuk menuntaskan perubahan ini.
Ponpes Raden Patah, 30/10/2023
No Responses