banner 728x90

Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak Dalam Diklat Jurnalis Rutan Kelas IIB Magetan

Pelatihan Jurnalis Dan Kehumasan di lingkungan Kehumasan Rutan Kelas IIB Magetan

SOSIALISASI PEDOMAN PEMBERITAAN RAMAH ANAK SESUAI PERATURAN DEWAN PERS NO. 1/PERATURAN-DP/II/2019

Pimpinan Redaksi Media Mearindo Sifaul Anam, S. PdI mengajak seluruh insan pers di Indonesia untuk menghasilkan karya-karya jurnalistik yang ramah anak. Media tidak mengangkat pelabelan dan diskriminasi yang dapat menutup masa depan anak dalam pemberitaan yang berkaitan dengan anak, ungkapnya. Media massa juga memiliki kewajiban melakukan upaya pelindungan anak, salah satunya dengan mewujudkan pemberitaan yang ramah anak.

Dengan diterbitkannya Peraturan Nomor 1/Peraturan-DP/II/2019 tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang terdiri atas 12 butir oleh Dewan Pers diharapkan media harus mampu menghadirkan solusi, baik anak sebagai korban, pelaku, atau saksi. Semua anak yang berhadapan dengan hukum merupakan korban.

Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Media Ramah Anak disampaikan di Lapas Magetan dalam Kegiatan Pelatihan Jurnalis Dan Kehumasan. Pedoman Pemberitaan Ramah Anak tersebut sebagai dasar untuk melindungi anak bersama-sama dan mengupayakan pemberitaan dan media yang ramah anak. Pedoman Pemberitaan Ramah Anak tersebut dinilai mampu mendorong komunitas pers untuk menghasilkan berita yang positif, berempati, dan bertujuan melindungi anak.

Kegiatan Pelatihan Jurnalis Dan Kehumasan di lingkungan Kehumasan Rutan Kelas IIB Magetan tersebut diselenggarakan pada Rabu, 14 September 2022 diikuti oleh pegawai Lapas Magetan dengan menghadirkan pemateri dari aktifis jurnalis dan dibuka pangsung oleh Kepala Rutan Magetan Eries Sugianto

Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak dan membuat Undang-Undang yang melindungi hak anak dalam hal ini Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Namun terdapat perbedaan dalam pengaturan batasan usia terkait perlindungan anak. Antara lain dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (16 th), Kode Etik Jurnalistik (16 th), Undang-Undang Perlindungan Anak (18 th) dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (18 th) dengan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang ( 21 th), dan UU Administrasi Kependudukan (17 th).

Oleh Karena itu komunitas pers Indonesia yang terdiri dari wartawan, perusahaan pers dan organisasi pers bersepakat, membuat suatu Pedoman Penulisan Ramah Anak yang akan menjadi panduan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Wartawan Indonesia menyadari pemberitaan tentang anak harus dikelola secara waspada dan tidak eksploitatif, tentang suatu peristiwa yang perlu diketahui publik.

Pemberitaan Ramah Anak ini untuk mendorong komunitas pers menghasilkan berita yang bernuansa positif, berempati dan bertujuan melindungi hak, martabat dan martabat anak, yang terlibat dalam masalah hukum ataupun tidak; baik anak sebagai pelaku, saksi atau korban.

Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang disepakati menggunakan batasan seseorang yang belum berusia 18 tahun, baik masih hidup maupun meninggal dunia, menikah atau belum menikah.

Identitas Anak yang harus dilindungi adalah :

Semua data dan informasi yang menyangkut anak yang memudahkan orang lain untuk mengetahui anak seperti nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orangtua, paman/bibi, kakek/nenek dan tidak keterangan pendukung seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, dan benda-benda khusus yang mencirikan sang anak.

Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak sesuai Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2019 antara lain  :

  1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.
  2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.
  3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.
  4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.
  5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.
  6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.
  7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.
  8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.
  9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.
  10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.
  11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) dari media sosial.
  12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dengan adanya Sosialisasi Pedoman Pemberitaan Ramah Anak sesuai Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2019 diharapkan Pemberitaan tentang anak hendaknya tetap memperhatikan hak-hak dan kepentingan terbaik anak serta menghindari anak dari pelabelan.
Oleh Sifaul Anam

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan