banner 728x90

Indonesia di Persimpangan Geopolitik: Mengupas Strategi Diplomasi Prabowo Subianto

MAGETAN – mearindo.com – Masjid Raden Patah Maospati, tempat yang biasanya hanya terdengar suara jama’ah yang membaca Al Quran, Dzikir dan Doa, kali ini (Senin Malam, 18/11/2024) tiba tiba berubah menjadi panggung diskusi yang gayeng, Nampak belasan anak muda, dan mahasiswa berkumpul larut dalam diskusi tersebut. Di tengah lantainya yang dingin, Gus Imam, pengamat sosial politik Magetan yang dikenal tajam, berbagi pandangannya tentang diplomasi Presiden Prabowo Subianto. Dengan gaya bicara santai tapi berisi, ia mengupas langkah-langkah strategis Prabowo yang belakangan ini jadi sorotan.

Langkah Berani di Tiongkok

Gus Imam membuka pembicaraan dengan pujian. Katanya, kunjungan Prabowo ke Tiongkok adalah bukti bahwa Indonesia bukan lagi pemain pinggiran dalam percaturan geopolitik. “Coba lihat, Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu bukan cuma soal kecepatan, tapi simbol bahwa kita bisa menggandeng Tiongkok sebagai mitra strategis,” ujarnya, sambil sesekali membetulkan posisi pengeras suara.

Menurutnya, keberanian Prabowo menegosiasikan ulang beberapa perjanjian investasi menunjukkan Indonesia kini lebih percaya diri. “Kita nggak lagi jadi pihak yang cuma nerima. Sekarang kita yang tentukan aturan mainnya,” tambah Gus Imam dengan nada serius.

Namun, ia mengingatkan bahwa pembangunan fisik saja tidak cukup. “Rakyat itu butuh bukti nyata, Mas. Kalau proyek gede kayak gini nggak sampai manfaatnya ke masyarakat kecil, ya percuma.”

Manuver Cerdas di Amerika Serikat

Tak kalah menarik adalah manuver Prabowo di Amerika Serikat. Gus Imam menilai langkah presiden untuk memperluas ekspor nikel sebagai langkah brilian. “Nikel itu emasnya zaman now, apalagi di tengah booming kendaraan listrik. Prabowo paham betul kita punya kartu truf di sini.”

Ia juga memuji strategi di sektor pertahanan. “Prabowo nggak cuma beli senjata, tapi juga minta transfer teknologi. Ini penting biar kita nggak selamanya tergantung sama negara lain,” kata Gus Imam, dengan raut wajah penuh keyakinan.

Menurutnya, keberhasilan Prabowo menjaga keseimbangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat adalah ujian diplomasi tingkat tinggi. “Jujur aja, nggak gampang buat bikin dua raksasa itu sama-sama senang. Tapi Prabowo berhasil melakukannya tanpa melupakan kepentingan nasional.”

Tantangan di Depan Mata

Tentu saja, tidak semua jalan mulus. Gus Imam mengingatkan bahwa ekspektasi publik semakin tinggi. “Orang di kampung itu nggak peduli sama diplomasi tinggi. Mereka cuma tanya, kapan perut kenyang, kapan hidup lebih baik,” ujarnya sambil menggeleng pelan.

Ia juga menyoroti pentingnya stabilitas politik dalam negeri. “Koalisi politik itu ibarat rumah tangga, Mas. Kalau banyak ribut, kebijakan luar negeri bisa terganggu. Prabowo harus pinter-pinter jaga keseimbangan.”

ASEAN dan Peran Regional

Selain hubungan dengan negara besar, Gus Imam menekankan pentingnya peran Indonesia di ASEAN. Menurutnya, ASEAN bisa jadi alat untuk memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional. “ASEAN itu potensi besar, tapi sering kita lupakan. Kalau Prabowo bisa jadi motor penggerak, posisi kita di kawasan bakal makin kuat.”

Di akhir wawancara, Gus Imam menutup dengan refleksi tajam. “Prabowo udah bikin langkah awal yang menjanjikan. Tapi ini baru pemanasan. Tantangan besar masih di depan, dan rakyat Indonesia menunggu bukti nyata. Diplomasi yang hebat harus diiringi kebijakan domestik yang berdampak langsung ke masyarakat.” pungkasnya.

Begitulah Gus Imam, dengan gaya bicara yang mengalir dan penuh metafora, membuka mata kita tentang kompleksitas diplomasi modern. Di tangan pemimpin yang tepat, Indonesia punya potensi besar untuk jadi kekuatan global yang diperhitungkan. (red)

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan