Gus Imam : Pak Zulhas Harus Bertaubat dan Mempertanggung jawabkan Ucapannya
MAGETAN – Kecintaan seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya itu harus di atas segala-galanya. Tidak boleh kecintaan kepada makhluk melebihi kecintaan kepada Sang Khaliq yaitu Allah Subhanahu wa ta’laa. “Seseorang boleh mencintai siapapun, kita mencintai ibu, ayah, anak, saudara, suami terhadap istri atau sebaliknya atau yang lainnya. Akan tetapi kecintaan kepada Allah itu harus di atas segala-galanya,” jelas Gus Imam dalam kajian aqidah pada Rabu Malam (20/12/2023).
Sehingga, kata Gus Imam, jika ada seseorang yang lebih cinta kepada makhluk dari pada kepada Allah, itu bermasalah dalam soal keimanan.
Dalam kajian tersebut, seorang jamaah bertanya terkait polemik saat ini, yaitu ucapan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) soal ada yang tidak mengucapkan “amin” usai pembacaan Al Fatihah dan mengganti satu telunjuk menjadi dua telunjuk saat tasyahud.
Menjawab pertanyaan tersebut, Gus Imam menjelaskan dimana letak permasalahannya. “Masalahnya ada di ucapan ‘saking cintanya’ kepada capres (calon presiden) tertentu, sampai-sampai tidak mau mengucapkan “amin” karena diidentikan kalimat dukungan untuk capres yang lain dan mengganti gerakan tasyahud dari satu jari telunjuk menjadi dua jari sebagai simbol dukungan kepada capres tertentu,” jelas Gus Imam.
Ketua Gerakan Ummat Islam Bersatu (GUIB) Magetan itu menjelaskan, bahwa Sebagai Muslim Pak Zulhas harus bertaubat dan mempertanggung jawabkan ucapannya. Karena gerakan shalat sudah ada aturan syariatnya yang tidak boleh diubah-ubah. “Shalat itu ibadah utama yang ada tata cara dan contohnya dari Nabi Muhammad Shallallahu alayhi wa sallam, shalat adalah momen kita berinteraksi kepada Allah, wujud cinta kepada Allah, tidak boleh diubah-ubah, apalagi dengan alasan cinta kepada makhluk,” tuturnya.
“Jadi itu deliknya, mengganti gerakan shalat karena saking cintanya kepada makhluk, dalam hal ini kepada capres yang didukungnya. Mengganti gerakan shalat itu dilarang karena melanggar syariat,” tambah Gus Imam.
Lain halnya jika yang diucapkan dalam bentuk kewaspadaan. “Misalnya dia mengatakan jangan sampai karena mendukung capres tertentu sampai-sampai tidak mengatakan “amin” dan mengganti gerakan tasyahud. Nah kalau seperti itu bisa dipahami, artinya dia sedang edukasi supaya tidak melanggar syariat hanya karena urusan politik,” jelas Gus Imam.
“Akan tetapi ini yang diucapkan adalah karena saking cintanya kepada capres, sampai-sampai ada yang mengganti ucapan dan gerakan shalat, jadi seolah-olah ada kejadiannya,” tambahnya kemudian.
Ia juga mempertanyakan, di mana dan kapan kejadian ada momen pergantian tata cara shalat tersebut? “Jangan-jangan dia ngarang, seolah-olah ada yang melakukan itu, kalau tidak ada mungkin karena sedang ‘menjilat’ capres yang didukungnya,” tutur Gus Imam.
Sehingga, lanjut dia, jika masalah ini sampai diproses hukum, maka di dalam pengadilan harus dibuktikan pernyataan tersebut.
Gus Imam mengingatkan, bahwa fokus masalah ini tentang dugaan penistaan agama, jangan dibawa ke ranah politik karena bisa memecah belah masyarakat. “Siapapun orangnya, dari agama apapun dia, baik dalam momen kontestasi politik ataupun tidak, tidak boleh melakukan penistaan agama,” tandasnya.
Sebelumnya, beredar video Zulhas yang mengungkapkan adanya fenomena dimana ada jemaah shalat tidak mau membaca “amin” usai pembacaan surat Al-Fatihah. Hal itu, disinyalir karena kata “amin” dianggap sebagai kalimat dukungan untuk pasangan capres-cawapres Anies-Muhaimin (AMIN), sementara yang shalat adalah pendukung Prabowo Subianto.
“Jadi kalau shalat Maghrib baca Al Fatihah, ‘waladholin…. Ada yang diem sekarang pak. Ada yang diem sekarang banyak, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” imbuhnya.
Kemudian Zulhas juga mengatakan ada fenomena yang duduk tahiyat menunjuk tidak lagi menggunakan satu jari tetapi dua jari.
“Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah), saking apa itu ya,” ujar Zulhas.
Di akhir pembicaraan Gus Imam berpesan, “Saya disini bukan membela siapa siapa, saya sedang membela syari’at, sunnah nabi shallallahu alayhi wa sallam. Jadi tolong jangan disangkut pautkan dengan politik ya. Ini murni penistaan agama harus ada tindakan hukum sesuai pasal 156 KUHP, agar bagi belaiau ada penyesalan dan tegak rasa keadilan di mata ummat muslim.
Kemudian Gus Imam menyitir sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim : “Hiduplah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah sesuatu sesukamu maka sesungguhnya kamu akan berpisah. Berbuatlah sesukamu maka sesungguhnya kamu akan bertemu dengannya“, kita tidak boleh seperti ini, pungkasnya. (red)
No Responses