Agama Kebutuhan Paling Dasar Manusia
Seberapa penting agama dihati manusia?
Jawatimur – Magetan – Mearindo – Manusia adalah salah satu makhluk Allah SWT yang diciptkan dengan sebaik-baik ciptaan. Kesempurnaan inilah yang membuat manusia nampak indah di hadapan mata, sehingga menimbulkan rasa kasih sayang bagi orang yang memandangnya. Tumbuh kasih sayang yang berlipat bagi orang tua terhadap anak-anaknya, terhadap saudara serta kerabat juga perasaan yang timbul antar lawan jenis karena melihat kesempurnaan manusia sebagai ciptaan ini.
Kesempurnaan penciptaan manusia tidak hanya terletak pada rupa fisik semata, melainkan perangkat lunak berupa akal sebagai sarana yang bisa dipergunakan untuk membantu manusia memikul tugas sebagai khalifah dimuka bumi, kata Hanif Ikhsani, M.Pd. (Kabid Dakwah PDPM Magetan) saat ditemui Mearindo.com, pada Selasa (2/11/2021) di sela kegiatan rutin di Mts Genilangit, Poncol.
Disisi lain, kata Hanif, “sebelum manusia terlahir kedunia dengan perangkat kesempurnaan yang akan membersamainya, sejak ditiupkannya ruh kedalam dirinya dialam yang paling kokoh bernama kandungan telah berikrar dan mengakui bahwa hanya Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang menciptakannya,”
Sebagaimana yang tertulis dalam Qs. Al-A’raf: 172 yang artinya : “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankan aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).
Kecenderungan setiap manusia harus mengakui adanya Tuhan inilah yang disebut sebagai fitrah beragama. Oleh karenanya tidak ada manusia di muka bumi ini yang pada dasarnya tidak bertuhan, bahkan seorang yang mengaku ateis sekalipun. Paling tidak, apa yang menjadi perhatian besar, sumber pengharapan juga kebahagiaan dalam kehidupnya menurut timbangan akal pikirannya itulah yang memenuhi konsep Tuhannya. tuturnya
Dalam menjalankan tanggung jawab kewajibannya terhadap anak, kebanyakan orangtua/keluarga merasa cukup bila sudah memenuhi kebutuhan dasar berupa tempat tinggal yang bagus, pakaian yang layak serta makanan yang cukup untuk anak-anaknya.
Padahal, lanjut Hanif, “beragam kecukupan material tesebut adalah pemenuhan yang bersifat fisik semata, sedangkan manusia adalah makhluk yag terdiri dari susunan jasad dan ruhani. Artinya, bila hanya kebutuhan fisik saja yang terpenuhi, maka ada kebutuhan ruhani yang terabaikan sehingga akan menghasilkan manusia yang kuat secara fisik, namun rapuh secara ruhani.”
Sebagai orang tua tentu tidak boleh keliru dalam mencukupi kebutuhan dasar anaknya dengan melihat posisi manusia sebagai hamba Allah SWT. Dalam membesarkan serta menumbuh kembangkan anak-anaknya, seyogyanya berpandangan bahwa kebutuhan beragama (menanamkan nilai Tauhid) terhadap anak, adalah kebutuhan dasar bahkan yang utama sehingga harus harus didahulukan sebelum memenuhi kebutuhan dasar lainnya. lanjutnya
“Pendidikan Tauhid inilah yang berperan memanggil kembali ingatan manusia terkait fitrah ketuhanan yang telah dipersaksikannya ketika ditiupkan ruh tatkala berada di alam kandungan.”
Lebih lanjut Hanif menuturkan, pola asuh orang tua semacam inilah yang seharusnya dilakukan. Dengan mengutamakan agama sebagai kebutuhan dasar utama, maka ia memahami bahwa anak adalah makhluk yang diciptakan dengan perangkat ruhani yang harus diaktifkan dan dipelihara. Usaha ini dilakukan dengan agar ia menyadari hakikat dirinya sebagai seorang hamba yang mempunyai beban dan tanggung jawab terhadap Tuhannya.
Namun demikian, kesadaran atas peran keluarga/orangtua sebagai pendidik pertama yang mengenalkan anak kepada Tuhannya masih harus terus ditingkatkan. Pasalnya, banyak orang tua yang beranggapan bahwa kebutuhan dasar manusia adalah hal yang bersifat fisik semata, sehingga bila kebutuhan ini sudah tercapai maka lunas sudah kewajiban orang tua.
“Sementara pada dimensi lainnya, ada kebutuhan ruhani/psikis berupa agama yang terabaikan. Hal tersebut bisa kita buktikan, ketika hampir semua orang tua rela bekerja sangat keras, mengerahkan seluruh tenaga dan upaya demi memenuhi kebutuhan fisik untuk anak-anaknya. Akan tetapi sebaliknya, berapa banyak orang tua yang dengan sepenuh tenaga, daya serta upaya memenuhi kebutuhan beragama anaknya?”
Padahal, orang tua/keluarga ibarat madrasah pertama bagi anak-anak. Sehingga, Hamka mengibaratkanya dengan sebidang tanah kecil penyemai benih, dimana bila benih tersebut telah tumbuh dua helai daun maka siaplah benih tersebut dipindahkan ketanah yang lebih lapang agar lebih subur, tegak pohonnya serta akarnya berurat menghujam tanah. Disinilah posisi strategis orang tua dalam menginternalisasi agama sebagai kebutuhan dasar utama.
Manusia secara psikologi dalam pandangan Daradjat, adalah mempunyai kecenderungan untuk bersandar mencari perlindungan kepada sesuatu yang lebih tinggi, lebih kuat maupun lebih berkuasa untuk mendatangkan perasaan aman dan kebahagiaan pada dirinya. Namun demikian, bila kecenderungan ini tertuju pada tempat yang salah, maka yang akan didapatinya hanya rasa aman, bahagia maupun kesenangan yang hanya bersifat semu dan sesaat serta menjerumuskannya pada kondisi jiwa yang tidak stabil oleh karena yang dijadikan tempatnya bernaung akan sirna.
Akan tetapi sebaliknya, “bila kecenderungan psikologis tersebut diarahkan kepada yang Maha kekal, Penguasa, dan Maha segala-galanya, maka yang akan muncul adalah perasaan tenang oleh karena tempatnya bergantung tidak akan pernah lenyap selamanya. Sebagai akibatnya menurut Daradjat, manusia akan timbul kepasrahan total kepada Tuhan dan hidup dalam perilaku sebagaimana yang diperintahkan, serta muncul kesadaran menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.”
Dengan kata lain, dengan memenuhi kebutuhan agama sejak dini berarti telah berupaya mengikat perilaku seorang anak pada Dzat yang paling Tinggi. Sehingga kelak, dimanapun ia berada akan selalu berhati-hati dalam melakukan segala perbuatan karena ia tidak lepas dari pengawasan yang Maha Tahu.
Hanif menambahkan, “sedemikian pentingnya posisi agama agar dipahami sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, kemudian di tanamkan agar menjadi manusia yang mampu memenuhi tugas penciptanya sehingga selamat dimedan kehidupan maupun diakhirat sebagai rumah abadi.” tutupnya (G.Tik)
No Responses