Kekerasan Terhadap Jurnalis Banyuwangi , Ketua Ikatan Jurnalis Magetan Angkat Bicara
Jatim-Magetan – Kekerasan terhadap Jurnalis kembali terjadi di Kota Blambangan Banyuwangi, Jawa Timur . Pada hari Senin 25 Januari 2021 yang dialami awak media Cetak dan Online Media Tipikor Indonesia (MTI) Slamet Santoso.
Pelakunya diduga adalah oknum kontraktor di Banyuwangi berinisial F.
Slamet menjadi korban penganiayaan oleh kontraktor F di sebuah warung kopi di sekitaran Ramayana Mall di Jalan Adi Sucipto pada Senin (25/1/2021) lalu.
Akibatnya, Slamet mengalami luka memar di tangan kanannya akibat ditendang oleh kontraktor F.
Rizal salah satu wartawan di Banyuwangi yang menyaksikan aksi penganiayaan terhadap Slamet mengatakan bahwa pada saat itu dirinya sedang nongkrong dengan sesama rekan jurnalis dan beberapa anggota LSM di warung kopi membahas tentang politik di Banyuwangi.
Namun, tiba-tiba saja ada sebuah mobil berhenti kemudian pengemudinya turun sambil berteriak memanggil nama korban Slamet Santoso.
“Seingat saya saat itu kami berkumpul dengan beberapa jurnalis serta beberapa orang dari LSM atau Ormas berbincang-bincang mengenai percaturan politik di Banyuwangi. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil datang, kemudian turunlah si pengendara itu sambil meneriaki dan berjalan mendekati Mbah Geger (panggilan akrab Slamet Santoso.red)” kata Rizal, Rabu (27/1/2021).
Rizal melanjutkan, setelah pengendara mobil mendekati korban, seketika itu pelaku langsung menendang tangan korban.
“Setelah pengendara mobil mendekati Mbah Geger, kemudian dia langsung menendang Mbah Geger, kami yang berada disitu kaget, sebagian dari kami melerai dengan menyuruh pengendara meninggalkan tempat kejadian,” ungkap Rizal.
Didampingi Sekretaris, Ketua Ikatan Jurnalis Magetan (IJM) Sunaryo mengecam keras tindak kekerasan terhadap Jurnalis di Kota Blambangan Banyuwangi.
Menurutnya, kebebasan Pers yang diatur dalam UU Nomor 40/1999 Tentang Pers sudah jelas dan transparan apa dan bagaimana tugas dari Jurnalis itu sendiri sehingga ketika ada pemberitaan yang dianggap tidak benar atau keliru maka hak koreksi dan hak jawab di jamin dalam UU Nomor 40/1999 tentang Pers itu,bukan diselesaikan dengan cara Premanisme, terlebih lagi dengan melakukan penganiayaan,ini jelas upaya pembungkaman Pers dan nyata dapat dijerat UU PERS dan hukum Pidana dalam pasal 351/KUHP.
“Kejadian ini menjadi tugas dan tanggung jawab dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini, dimana Kebebasan Pers atau Kemerdekaan Pers adalah Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga kasus ini tak bisa dibiarkan apalagi didiamkan,” tegas Sunaryo.
Dalam kasus ini, Sunaryo meminta kepada pelaku apabila ada niat baiknya untuk segera melakukannya dengan syarat. Meminta maaf secara terbuka dan tertulis kepada awak Media MTI dan Redaksi Media Tipikor Indonesia, Menyiarkan isi permohonan maaf tersebut di media, melakukan pertemuan dan duduk bersama dalam penyelesaian kasus ini untuk bermusyawarah dan bermufakat secara kekeluargaan. (ijm)
No Responses