KPAI Kecam Dugaan Arogansi Kepala Sekolah Tak Luluskan Siswa Yang Kritis
Mearindo.com – Seorang siswa kelas XII jurusan IPS SMAN 1 Sembalun, Lombok Timur, AI, mengunggah protes terhadap sikap kepala sekolah melalui akun Facebook-nya pada 16 Januari 2019. Unggahan Al tersebut menuai banyak komentar dan berbuntut panjang, karena pada 13 Mei 2019 lalu ananda Al di putuskan tidak lulus oleh rapat dewan guru sekolahnya. AI menganggap ketidaklulusannya akibat sikap kritis dirinya kepada Kepala Sekolah SMAN 1 Sembalun.
Dalam unggahannya, AL memprotes sikap kepala sekolah yang memulangkan salah satu siswa karena terlambat masuk sekolah. Kepala Sekolah juga menurut AL Pernah melempar jaket ke tempat sampah dan memukulnya. AL sendiri pernah dipulangkan dan tidak boleh mengikuti Try out karena memakai seragam sekolah tidak sesuai ketentuan harinya, padahal seraga hari itu belum kering mengingat sedang musim hujan.
Menurut berita yang beredar di media massa, AL dan keluarganya juga pernah didatangi perwakilan sekolah untuk meminta maaf kepada sekolah dan kepala sekolah, kalau tidak dilakukan maka ancamannya tidak diluluskan karena dianggap berperilaku buruk. AL dan keluarga sudah mendatangi rumah kepala sekolah untuk menyampaikan permintaan maaf, namun ditolak karena menurut Kepala sekolah seharusnya di sekolah, dan dihari kerja, bukan hari minggu.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menerima laporan pengaduan masyarakat terkait kasus menimpa AI tersebut, menyatakan sangat prihatin atas sikap pihak sekolah terhadap murid yang mengkritisinya.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI melalui media menyatakan “KPAI mengecam ketidaklulusan ananda Al jika benar dikarena kekritisannya. Pendidikan sejatinya justru mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaaan. Sikap Al yang kerap berani mengkritisi kebijakan sekolah dan kepala sekolah adalah bentuk ketajaman dalam berpikir dan memiliki kepekaan nurani terhadap sesama siswa yang mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dan tidak adil dari pihak tertentu. Dalam hal ini, Sekolah justru telah berhasil mendidik ananda Al”.
“Keberanian Ananda Al dalam menyuarakan protesnya di media social miliknya (facebook) terhadap kebijakan sekolah dan kepala sekolah adalah bentuk hak asasi dalam mengemukakan pendapat yang dijamin Konstitusi dan bentuk partisipasi anak yang dijamin oleh UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Anak wajib didengar suaranya, termasuk oleh pihak sekolah maupun kepala sekolah.” kata Retno Listyarti, Komisioner KPAI.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI juga menambahkan bahwa “Berdasarkan kriteria kelulusan peserta didik di satuan pendidikan jenjang SMA yang di dapat KPAI, menunjukkan bahwa kelulusan seorang siswa ditentukan dalam rapat dewan guru sebagai pemegang keputusan tertinggi karena bagian dari hak prerogative. Namun demikian, hak prerogative tersebut harus digunakan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang lain. Rapat dewan guru bukanlah tempat untuk membalas dendam terhadap perilaku seorang anak kepada pihak tertentu di sekolah”.
Retno Listyarti, Komisioner KPAI juga menambahkan seharusnya pihak sekolah berpegang pada kriteria kelulusan untuk jenjang SMA sebagaimana diatur dalam POS US/UNBK tahun 2019 secara prinsip terdiri dari :
- Menyelesaikan seluruh program pembelajaran; yaitu menyelesaikan seluruh penbelajaran dari kelas X (sepuluh) sampai dengan kelas XII (dua belas) atau, dan menyelesaiakan seluruh mata pelajaran yang dipersyaratkan bagi yang menggunakan Sistem Kredit Semester (SKS);
- Memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik;
- Mengikuti Ujian Nasional tahun pelajaran 2018/2019; dan
- Lulus Ujian Sekulah (US) dan/atau USBN dengan ketentuan sebagai berikut: nilai minimal kelulusan setiap mata pelajaran serendah-rendahnya 55,0 (lima puluh lima) dengan nilai rata-rata untuk semua mata pelajaran minimal 60,0 (enam puluh); nilai mata pelajaran yang memiliki praktik pada ayat (a) di atas nilai US dan/atau USBN diperoleh dari hasil ujian sekolah tulis dan praktik; dan nilai mata pelajaran yang memiliki praktik pada ayat (a) di atas diperoleh dari 50% nilai praktik dan 50% nilai ujian tulis (note : nilai minuman kelulusan ditentukan masing-masing sekolah)
KPAI menghormati rapat Dewan Guru yang memang dijamin dalam UU Sisdiknas maupun UU Guru dan Dosen, namun mengingat ananda Al memiliki nilai yang bagus, maka kemungkinan tidak lulus didasarkan pada kriteria kedua, yaitu tidak memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik. Jika benar karena hal tersebut, maka KPAI akan mendalami hal ini.
Jika Al tidak lulus karena sikap atau kelakuannya, maka KPAI ingin diberikan bukti oleh pihak sekolah, seperti apa sikap dan kelakuan Al yang seperti apa sampai membuatnya tidak lulus? Apakah Al melakukan tindakan pidana atau hal lain yang sangat berat sehingga layak tidak diluluskan dan tidak diberikan kesempatan memperbaiki diri.
Hal tersebut berkaitan dengan informasi yang diterima KPAI dari salah seorang guru SMA di Nusa Tenggara Barat (NTB), dimana info tersebut di dapat dari seorang pengawas yang menyatakan bahwa: “Proses yang dilakukan sekolah sudah betul, bukti-bukti pelanggaran disiplinnya sudah ada dan diputuskan lewat rapat dewan guru. berita ini jadi heboh karena dimanfaatkan oleh oknum-oknum guru/orang yang tidak suka dengan kepsek yang menegakkan disiplin sekolah”.
Namun, KPAI juga mendapatkan beberapa info yang menunjukan hal yang berbeda, terkait dugaan indisipliner tersebut, KPAI justru mendapatkan informasi bahwa sikap dan perilaku Al sehari-hari adalah anak yang baik dan pintar. Adapun perilaku yang berhubungan langsung dengan pihak sekolah dan kepala sekolah yang dianggap “tidak baik” (padahal menunjukkan Al adalah anak yang berani dan kritis) adalah kronologinya sebagai berikut :
Sebelumnya pada 16 Januari 2019, Al menulis postingan di akun media sosialnya yang secara prinsip mengkritisi kebijakan sekolah terhadap siswa yang terlambat datang ke sekolah;
Sikap kritis Al paling nampak ketika ia memprotes kebijakan kepala sekolah SMA 1 Sembalun, Sadikin Ali yang memulangkan semua siswa yang terlambat. Padahal keterlambatan siswa disebabkan ruas jalan menuju sekolah rusak akibat kegiatan proyek perbaikan. Jarak tempuh relatif jauh bagi mereka, mencapai 5 kilometer, apalagi ditempuh dengan jalan kaki. Aldi minta toleransi waktu 10 menit, karena toh kegiatan belajar dimulai Pukul 07.15 Wita. Namun kepala sekolah mematok harga mati jam masuk sekolah 07.00 Wita, jika terlambat, maka siapapun dipulangkan.
Selanjutnya ketegangan dengan kepala sekolah tanggal 22 Januari 2019 lalu. Al dianggap melanggar aturan karena memakai jaket di lingkungan sekolah. Aldi dan sejumlah temannya terpaksa memakai jaket karena Januari di Sembalun musim hujan dan cuaca di Kaki Gunung Rinjani itu sangat dingin mencapai 12 derajat celcius. Salah seorang siswa, Holikul Amin, mendapat perlakuan kasar dengan dilempari bak sampah oleh kepala sekolah karena menggunakan jaket. Protes dan permintaan Aldi agar diijinkan menggunakan jaket tak diindahkan kepala sekolah.
Selain itu pada 6 maret 2019 saat ujian try out, Aldi dipulangkan paksa karena memakai baju putih abu abu. Alasannya, baju putih hitam yang seharusnya dipakai saat itu, basah akibat hujan. Aldi balik mengkritisi, ada guru di sekolah itu yang tidak memakai pakaian jenis sama. Gara gara protes itu, hari yang sama digelar rapat internal dipimpin Kepsek untuk pemecatan Aldi Irpan.
Sehubungan dengan kasus ini dan segala informasi awal yang berhasil di kumpulkan KPAI, maka Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti akan menindaklanjuti kasus ini dengan meminta kepada Gubenur Provinsi NTB untuk memfasilitasi rapat koordinasi dengan Kepala Daerah dan OPD terkait (Dinas Pendidikan Provinsi dan Inspektorat Provinsi NTB) serta pihak sekolah .
Rakor bertujuan untuk mengungkapkan fakta dan bukti yang sebenarnya sekaligus mencari solusi bagi kepentingan terbaik bagi ananda Al. Secara terpisah, KPAI juga akan bertemu dengan anak korban (ananda Al) untuk didengar suaranya. (Lana/Lis)
No Responses