banner 728x90

Mesjid Benteng Pertahanan Umat (Part I)

MASJID DAN DINAMIKA UMAT
Kalau kita
berkaca pada perjalanan hidup Rasulullah saw, sejak Awal kenabian beliau pada
usia 40 tahun hingga wafatnya beliau pada Usia 63 tahun. Ada satu tempat yang
hampir selalu bersamaan atau berdekatan dengan kehidupan beliau tempat itu
adalah Masjid.

Foto: Ba’da Mengisi Khutbah Idul Adha 2015, Jakarta

Berangkat dari masjid Rasulullah memantapkan aqidah,
ibadah dan semangat yang bergelora dalam hal mengurus urusan dunia. Sejarah
mencatat sampai zaman khalifah Ali bin Abi Thalib, Islam telah tersebar hampir
keseluruh belahan dunia, dalam posisi Islam menjadi kekuatan yang mendunia dari
Barat hingga ke Timur, dari Utara hingga ke Selatan. Hal itu terjadi dalam
kurun tujuh abad dari abad VII hingga abad ke XIV Masehi. Kurun ini dikenal
dengan masa kejayaan Islam dengan berbagai prestasi yang terukir dan tertulis
dalam buku-buku sejarah. Adalah fakta sejarah dunia, hal mana Islam memimpin
peradaban dunia. Dan yang perlu dicatat masjid sebagai pusat aktifitas keumatan
dengan segala aspek yang sangat dinamis. Dari masjid, ikatan dengan Allah dan
ikatan dengan manusia terpatri menjadi kekuatan yang menyatu dalam mengurus
dunia dalam segala bidang yang menyertainya. Melalui masjid itulah pusat
kekuasaan dan strategi pengembangan Islam dikelola secara padu.
Setelah zaman kekuasaan khalifah Ali bin abi Thalib,
cahaya Islam begitu kuat pada zaman Umar bin Abdul Azis. Selanjutnya masjid
hanya menjadi corong untuk melanggengkan kekuasaan, situasi ini membuat fungsi
masjid menjadi sangat menyempit. Memasuki abad ke-XVII dan seterusnya, yang
terjadi adalah kekuatan Islam hanya dikendalikan oleh ambisi politik yang
begitu dominan dari para penguasa yang berkuasa pada masa tersebut dan
masa-masa berikutnya. Memasuki abad ke-XVIII dengan semakin melemahnya kekuatan
dari khilafah Islam yang masih ada. Dengan semangat perang salib, negara-negara
Islam mulai mengalami penjajahan diberbagai negeri. Untuk kasus Indonesia
penjajahan Belanda sudah mulai bercokol sejak abad XVI, setelah masuknya
persekutuan dagang Belanda pada awal tahun 1600-an.
Sampai akhirnya Khilafah Islam benar-benar dimusnahkan
oleh operasi sistematis dari jaringan Yahudi Internasional yang memanfaatkan
kelemahan kondisi internal umat Islam. Pembubaran khilafah Turki Utsmani
terjadi pada tanggal 3 Maret 1924. Setelah waktu itu kekuatan umat betul-betul
semakin tidak terkoordinasikan. Dalam kajian kita tentang masjid, jelas sekali
masjid dijadikan tempat yang bermakna sempit, hanya untuk sholat dan berdo’a
atau berdzikir saja, tidak boleh lebih.
Setelah melalui perjuangan panjang dari negara-negara
yang dijajah oleh para penjajah Barat, perjuangan merebut kemerdekaan banyak
digerakkan dari masjid, sementara itu masjid telah mengalami
disfungsionalisasi, delegitimasi dan sekularisasi.
 
Dari paparan tersebut, dapat dianalisa beberapa
keadaan dan kemengapaan tentang masjid, fungsi dan keberadaan masjid dalam
mendinamisir umat Islam.Beberapa diantaranya; Masjid Keluarga, yakni
masjid yang didirikan atas inisiatif dari sesepuh dari garis keturunan yang
pada masa berikutnya sangat terlihat, bahwa keberadaan masjid tersebut menjadi
dominasi dari anak, cucu dan keturunannya. Masjid Pemerintah, merupakan
Masjid negara yang berfungsi hanya untuk menyuarakan kepentingan yang
berkesesuaian dengan idiologi dan kepentingan politik penguasa secara
subjektif, apabila hal tersebut bertabrakan dengan syari’at Islam, bisa
dipastikan Islam dan kepentingan Islam akan dikalahkan, bahkan disalahkan. Masjid
Perkantoran
, merupakan keberadaan yang cukup membanggakan sekaligus
menyedihkan. Karena masjid itu hanya berfungsi secara ibadah ritual an sich,
dan bila kantor libur, bisa dipastikan aktifitas masjid tersebut juga
diliburkan.
Masjid Pesantren, semodel dengan masjid kampus atau masjid sekolah. Untuk
masjid pesantren relatif digunakan secara efektif hampir setiap waktu baik
untuk kegiatan sholat lima waktu maupun kegiatan belajar mengajar, sementara
Masjid Sekolah dan Masjid Kampus mempunyai nasib yang hampir sama dengan Masjid
Perkantoran. Dan yang terakhir adalah Masjid Masyaraka, merupakan
keberadaan yang lebih mengumat. Karena dari tingkat perencanaan, pembuatan
hingga pemakmuran dilakukan secara kolektif. Masjid masyarakat ini potensial
untuk diarahkan menjadi masjid ideal, namun kenyataannya kompleksitas yang ada
dimasyarakat relatif membuat masjid masyarakat hanya menjadi posko ibadah atau
posko penampungan.
Dari beragam prototype masjid tersebut, ada
satu keadaan yang terjadi yaitu, masjid telah PUTUS HUBUNGAN dengan denyut
dinamika masyarakat Islam, dalam artian telah terjadi sekulerisasi. Sehingga
gema adzan yang memanggil untuk menegakkan sholat dan untuk meraih kemenangan
menjadi sesuatu yang sangat sering dan keras terdengar tetapi tidak
menggerakkan masyarakat untuk menegakkan sholat dan juga tidak mengarahkan
masyarakat untuk meraih atau merebut kemenangan. 
Dengan situasi itu masjid
menjadi unconnected alias ‘nggak nyambung’ dengan masyarakat.
Implikasinya bisa dipahami dengan indikasi sebagai berikut: 
a. Minimnya
masyarakat yang datang untuk memakmurkan masjid, walaupun dari segi waktu dan
kesempatan tidak ada alasan untuk mangkir.
b. Pola interaksi dan pola aksi
masyarakat disekitar masjid relatif sangat jauh dari penampilan nilai-nilai
syari’at Islam, kadangkala malah sangat terang-terangan melakukan yang sangat
bertentangan dengan syari’at Islam.
c. Dengan kedua kondisi tersebut efek
ketekunan beribadah atau efek dari majlis ilmu yang banyak dilakukan
dimasjid-masjid tersebut tidak memberikan pengaruh secara edukatif dan
signifikan terhadap masyarakat, bahkan secara khusus dengan pribadi-pribadi
yang berdekatan dengan masjid tersebut.
Akumulasi dari keadaan tersebut berpengaruh pada
rentannya daya  tahan umat, bersamaan dengan itu mudahnya serangan musuh
masuk, mengalahkan bahkan dibantu oleh muslimin yang fasiqin. Sehingga
ummat secara keseluruhan mengalami kelumpuhan yang diawali kelumpuhan pola
hubungannya dengan Allah swt.
BERSAMBUNG…Ke Bagian ke-2… >>
banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan