banner 728x90

Masjid Benteng Pertahanan Umat (Part 2)

 Foto:
Bersama CEO Iqrocloth sekaligus penulis mas M. Iqbal Almaududi dalam buka
bersama KB PII.
LANJUTAN…..

Guna menyikapi keadaan tersebut diatas, dalam rangka
mendinamisir dan mengembalikan fungsi masjid serta menjadikan masjid sebagai
benteng pertahanan umat. Ada  beberapa langkah yang perlu dilakukan, hal
tersebut adalah:

1. Terpetakannya
anatomi persoalan secara jelas dan gamblang, Terutama hal-hal yang menjadi
sebab dari persoalan tersebut. Dari sini bisa disiapkan antitesanya, baik
berupa Konsepsi maupun operasi.
2. Membuat masjid-masjid percontohan, sebagai media
reparasi menuju keberadaan masjid yang ideal, baik secara kualitatif,
kuantitatif maupun ketersebarannya.
3. Melakukan Pendidikan dan Latihan, yang berkait langsung
maupun tidak langsung dalam urusan kemasjidan.
4. Pengadaan dana abadi masjid dan
5. Pengorganisasian masjid, dan pengorganisasian organisasi
Kemasjidan, baik secara struktural, cultural maupun situasional.
AUTO KRITIK MASJID KITA
Sejak proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia pada hari
Jum’at 9 Ramadhan 1369 H jam 10.00 pagi, yang lebih populer dengan tanggal 17
Agustus 1945 hingga sekarang, secara kuantitatif umat Islam tetap masih berada
sebagai komunitas yang mayoritas. Dengan kondisi itu keberadaan masjid menjadi
suatu kebutuhan yang berkembang secara korelatif dengan banyaknya kaum muslimin
secara nasional. Secara jumlah, masjid yang ada relatif masih sangat sedikit
jika dilihat dari rasio kaum muslimin yang ada.  
Tapi kalau tinjauan kita arahkan pada parameter; relevansi
fungsi, kualitas manajemen, daya edukasi dan dakwah, serta fungsi ideal masjid
dalam ajaran Islam maka perlu ada keberanian dan kesiapan mental untuk melakukan
reformasi, reposisi dan refungsi bahkan bila dipandang perlu kita melakukan
revolusi, sehingga masjid kembali memerankan dirinya sebagai tempat dimana
segala persoalan umat bisa dibicarakan dan dicarikan jalan keluarnya, sehingga
pada langkah selanjutnya bisa ditindaklanjuti oleh semua pihak yang secara
keseluruhan mengarahkan umat ini menjadi umat yang khairu ummah.
Pertama,
motivasi pendirian, mencari masjid yang didirikan karena alasan ketaqwaan dalam
artian yang qur’ani yang selanjutnya diarahkan untuk penegakan syari’at Islam.
Pada masa sekarang relatif sulit, hal ini disebabkan karena Masjid-masjid yang
ada lebih banyak didirikan oleh alasan yang bukan selain ketaqwaan.
Kedua,
Kontruksi dan Posisi, pembangunan masjid yang banyak dilakukan selama ini
relatif kurang bahkan tidak memperhatikan hal-hal yang berkenaan dengan tata
letak, tata ruang, kontruksi bangunan serta posisi masjid dalam dinamika
masyarakat. Hal ini terbukti banyak masjid yang pada tahapan tertentu harus
digusur, sementara itu dari kontruksi pisik, pada kebanyakan masjid kurang
menyediakan fasilitas untuk kaum wanita dan para musafir. Belum kalau kita
tinjau dari formasi pisik untuk ragam aktifitas yang dilakukan didalam atau
disekitar masjid.
Ketiga,
Fungsi dan Peruntukan, masjid yang sudah ada secara umum hanya digunakan untuk
sholat dan majlis ta’lim saja, selajutnya bisa dibilang atau malah bisa
dikatakan tidak ada sama sekali. Padahal pemanfaatan masjid pada fungsi-fungsi
lain sangat dimungkinkan bahkan dibenarkan oleh ajaran Islam baik secara dalil
maupun praktek pada zaman-zaman keemasan Islam.
Keempat,
Manajemen Pengelolaan, hal yang menjadi konsentrasi dalam pengelolaan dibanyak
masjid pada kenyataannya hanya bertumpu pada pengembangan bangunan secara pisik
dan peersoalan yang berkenaan dengan keuangan saja. Padahal, masih banyak yang
bisa dikelola, misalnya pengembangan SDM umat, hubungan
antar-interkonektif  antara masjid dengan jama’ah secara umum, masjid dan
masyarakat sekitar masjid secara khusus.
Kelima,
Sekitar aktifitas dan program ,sangat disayangkan program-program dan
aktifitas dikebanyakan masjid sangat minim dan miskin daya kreatifitasnya. Bisa
dikatakan masjid lebih banyak nganggurnya dari pada difungsikan atau diisi oleh
kegiatan-kegiatan keumatan yang bernuansa pendidikan, dakwah, pelatihan dan
pengembangan potensi umat secara umum.
Keenam,
Jaringan dan Pengorganisasian, lebih dari 60 tahun kita merdeka untuk sekedar
masjid saja, sampai hari ini belum ada manajemen jaringan antar masjid atau
organisasi kemasjidan yang bisa disebut sebagai organisasi yang menjadi
representasi dari kekuatan jaringan masjid. Hal ini terjadi karena motivasi
pendiriannya dan  ketekunan pengelolaannya tidak diarahkan pada kekuatan
jaringan masjid-masjid tersebut.
Ketujuh, Perbedaan aliran pemikiran, untuk yang berkenaan dengan ini
sikap yang sering dimunculkan adalah, tidak boleh dibahas, tidak boleh
dibicarakan. Secara tidak langsung hal ini menjadi sebab dari mandegnya
dinamika aktifitas, dari sekedar saling memaklumi sampai yang paling ekstrim
membuat masjid baru hanya karena tidak cocok dengan pandangan keagamaan yang
diyakini. Ini adalah sebuah realitas. Yang penyebabnya adalah sempitnya wawasan
keagamaan yang dimiliki.
Kedelapan, Ketidak sadaran situasi, sebagai pusat aktifitas atau bisa
disebut jantung kegiatan umat, masjid telah menjadi suatu fenomena yang
disadari oleh banyak pihak sebagai nyawa kekuatan umat Islam. Pada kenyataannya
masjid dikebanyakan negeri Islam telah di “gerejakan” atau di “sangkar
emaskan” untuk yang dianggap membangkang masjid-masjid tersebut akan di
“haramkan”.  Situasi ini harus bisa diatasi oleh para penggiat gerakan
Islam yang berbasis di masjid. Sehingga fungsi masjid bisa diperankan secara
maksimal.
Kesembilan,
Mengembalikan posisi dan fungsi, semangat ini sering hanya ditataran ide dan
forum-forum resmi. Hampir selalu selanjutnya adalah kembali kepada warna
aslinya.
Artinya semangat untuk mengembalikan fungsi masjid yang
mulai didengungkan sekitar tahun 1970-an, hingga trahun 2000-an ini belum
menunjukkan perubahan yang berarti. Sebabnya dimulai dari perencanaan
pembangunan, ketersediaan SDM yang cinta masjid, kemampuan mengimbangi zaman,
dan variable lain yang membuat citra, posisi dan fungsi masjid sebagaimana yang
kita rasakan hari ini.
Kesepuluh,
Fenomena Aliran  Sesat, Hal ini merupakan suatu yang sensitif, tetapi
sebagai suatu kenyataan yang benar adanya. Hal ini harus disikapi, sebagaimana
Rasulullah mengajarkan kita bagaimana menyikapinya. Disinilah peran para ulama
dan umara yang berkhidmad pada kepentingan Islam sangat diperlukan. Yang perlu
disadari bahwa keberadaan aliran sesat ini merupakan tantangan disatu sisi dan
merupakan suatu kesengajaan dari pihak-pihak yang berkepentingan disisi
lainnya.
Untuk sampai pada keakuratan, yang lebih memadai dipandang
perlu diadakan peneilitian yang terencana dan terukur sekitar optimalisasi
bahkan maksimalisasi peran masjid dalam pemberdayaan potensi umat semakin bisa
dirancang. Paling tidak pemaparan diatas bisa dianggap sebagai asumsi awal tentang
beberapa kelemahan masjid dan hal-hal yang bisa kita lakukan guna meminimalisir
faktor-faktor penghambat untuk terwujudnya masyarakat Islam yang berbasis 
di masjid.
Bisa dimulai dari masjid-masjid yang kebetulan pengurusnya
adalah komunitas yang sadar akan kepentingan ini sehingga dijadikan masjid
percontohan, kemudian masing-masing masjid tersebut mulai menjalin kerja-kerja
yang memberi keteladanan pada masjid-masjid yang belum tersentuh oleh pemikiran
terhadap gerakan Back to Masjid.

BERSAMBUNG…Ke Bagian ke-3…

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan