Waspada HIV dan AIDS Sebagai Tanggung Jawab Bersama
Mearindo Artikel – Ditulis Lilik Abdi Kusuma
Kita berharap pemerintah makin serius berupaya melindungi perempuan
dari bahaya HIV dan AIDS yang nyata-nyata dapat menggerogoti sendi-sendi
ketahanan diri, keluarga, masyarakat maupun bangsa. Upaya ini penting
untuk menyelamatkan generasi penerus masa depan, mengingat perempuan
adalah yang mengandung dan melahirkan anak sekaligus yang banyak
merawat, membimbing, mendidik dan mendampingi anak hingga dewasa
sehingga perempuan haruslah sehat, kuat dan terbebas dari segala
penyakit, termasuk HIV dan AIDS.
Peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) yang jatuh setiap tanggal 1 Desember
tidak hanya diperingati oleh mereka yang berada di kawasan perkotaan.
Puluhan orang dari Kecamatan, dan segelintir dari Desa itu juga
memeringati HAs 2013, Minggu (1/12/2013).
Mereka yang berasal dari pengurus LSM, mahasiswa dan ODHA (orang dengan
HIV-AIDS) itu melakukan aksinya jalan – jalan pusat perkotaan maupun di
lapangan atau alun-alun. Mereka juga melakukan aksi longmarch ke
sejumlah jalan utama disetiap wilayang yang mereka lakukan.
Dalam aksinya, mereka menggalang tanda tangan dari masyarakat. Sebuah
mobil layanan tes VCT HIV dari Puskesmas atau rumah sakit juga mengikuti
aksi tersebut. Petugas medisnya siap melayani pemeriksaan darah warga
yang ingin mengetahui status HIV-nya.
Ketua panitia aksi, menyatakan aksi itu merupakan aksi solodaritas
terhadap ODHA. Aksi itu juga sebagai bentuk penyadaran kepada masyarakat
tentang pentingnya memeriksakan diri secara dini untuk mengetahui
status HIV seseorang.
“Juga penyadaran kepada masyarakat bahwa ODHA
tidak harus diasingkan, mereka butuh kasih sayang, seperti manusia
lainnya,” ujar setiap ketua panitia penyelenggara.
Karenanya,
penggalangan tanda tangan itu sebagai bentuk dukungan dari masyarakat
untuk menghapus stigma negatif bagi ODHA di masyarakat.
Ketua Panitia juga menambahkan, aksi tersebut sengaja dilakukan di
kawasan pinggiran, karena ditemukan kasus HIV-AIDS cukup banyak di
kawasan pinggiran plosok nusantara ini. “ODHA di kawasan Pinggiran
terutama daerah terpencil mulai terserang karena kurangnya siosialisasi
terhadap masyarakat pinggiran, ujur setiap ketua panitia yang
memperingati har HIV – AIDS.
Aksi itu juga sekaligus sebagai bentuk penyadaran kepada masyarakat
bahwa ada sejumlah kelompok beresiko tinggi terkena HIV-AIDS.
Berdasarkan data dari beberapa LSM yang mendampingi sejumlah ODHA di
kawasan Indonesia ini, para ODHA itu terdiri dari laki suka laki, juga
warga yang bekerja di luar daerah seperti di Bali. “Kami tentu saja
mengharapkan tidak ada tambahan lagi kasus HIV-AIDS di Jagat Nusanta
Ini,” tegas ketua panitia.
Diberitakan Mearindo Onine sebelumnya, angka penderita HIV-AIDS di
setiap Kabupaten di seluruh Indonesia sudah cukup mencengangkan. Data
di Klinik – klinik VCT RSD seluruh Indonesia, sudah tercatat sangat
mengagetkan bahwa warga masyarakat Indonesia yang terkena HIV-AIDS
sungguh memperhatikan.
Telah menjadi tradisi, sejak pertama kali dicetuskan pada tahun 1987
oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, setiap tahun adanya peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) dengan tema dan ragam kegiatan yang berbeda.
Penting perlunya gerakan pesan moral untuk mengingatkan insidensi infeksi baru HIV di
Indonesia cenderung meningkat dan bukan hanya menulari kalangan pekerja
seks, pengguna narkoba suntik dan hubungan seks yang tidak aman lainnya,
namun telah menulari ibu rumah tangga, bayi dalam kandungan, yang
tertular melalui transmisi secara heteroseksual, jarum suntik tidak
steril dan tranfusi darah yang tidak aman.
Gerakan moral dengan berbagai bentuk penyadaran tersebut dimaksudkan ajakan kepada semua pihak untuk berperan aktif dalam
meningkatkan perlindungan pada perempuan dari bahaya HIV dan AIDS yang
secara langsung maupun tidak langsung berdampak terhadap anak. Melalui
tema ini, semua pihak juga diharapkan mampu menghapus stigma dan
diskriminasi serta meningkatkan partisipasi laki-laki dalam pemenuhan
hak reproduksi perempuan. Hal ini mendasarkan pada realita bahwa
keterlibatan laki-laki dalam mendukung kesehatan reproduksi perempuan
sangat besar dan diyakini mampu merubah tatanan sosial yang sampai saat
ini masih membatasi hak-hak reproduksi perempuan.
Kementerian
Kesehatan melaporkan bahwa sejak pertama kali kasus HIV ditemukan pada
tahun 1987 hingga Juni 2013, terdapat 32.103 Kasus AIDS dan 86.762
terinfeksi HIV di 33 provinsi di Indonesia dengan kasus tertinggi di
DKI Jakarta yang mencapai 20.775 kasus. Dari jumlah tersebut, ada
kecenderungan perempuan yang positif HIV terus meningkat. Pada saat ini
diperkirakan tidak kurang dari 8.170 ibu hamil positif HIV yang membuat
bayi dalam kandungan mereka juga rentan terinfeksi.
Meningkatnya
jumlah kasus HIV dan perempuan, khususnya yang tidak berperilaku seksual
beresiko tinggi namun tertular HIV dari pasangan tetapnya yang
berperilaku seksual yang beresiko tinggi, amatlah memprihatinkan.
Situasi ini menempatkan anak pada posisi rentan terhadap HIV dan AIDS
dari orangtuanya yang mengidap HIV dan AIDS dalam proses persalinan,
menyusui dan melalui media lain seperti transfusi darah. Oleh karena
itu, sangat diharapkan bahwa program-program penanggulangan HIV dan AIDS
saat ini dapat menyasar pada penguatan hak-hak reproduksi dan posisi
tawar perempuan. Perempuan perlu mendapatkan informasi dan pelayanan
yang adekuat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan dan organ
reproduksinya, dan perempuan diharapkan sadar serta mengerti benar akan
hak-hak reproduksinya.
Apalagi stigma masyarakat terhadap HIV dan
AIDS juga menambah berat masalah sosial yang dialami Orang Dengan HIV
dan AIDS (ODHA) perempuan. Masyarakat cenderung menganggap HIV dan AIDS
hanya dialami oleh perempuan penjaja seks. Padahal saat ini telah banyak
perempuan yang tidak melakukan perilaku beresiko, namun terinfeksi dari
pasangan tetapnya (suami), dan hal ini dapat berdampak langsung
terhadap anak.
Adanya stigma dan diskriminasi jelas akan berdampak
pada tatanan sosial masyarakat. Pengidap HIV dan AIDS dapat kehilangan
pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber
penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Sebagian
mengalami keretakan rumah tangga hingga mengalami perceraian.
Meningkatnya jumlah anak yatim dan piatu akan menimbulkan masalah
tersendiri. Oleh sebab itu, perlu perhatian khusus terhadap persoalan
stigma dan diskriminasi untuk mendukung program-program penanggulangan
HIV dan AIDS di masa yang akan datang.
Dengan demikian, tidaklah
terlalu salah bila dalam peringatan HAS tahun 2013 yang puncaknya akan
dilaksanakan pada tanggal 1 Desember kemarin, kita berharap pemerintah
makin serius berupaya melindungi perempuan dari bahaya HIV dan AIDS
yang nyata-nyata dapat menggerogoti sendi-sendi ketahanan diri,
keluarga, masyarakat maupun bangsa. Upaya ini penting untuk
menyelamatkan generasi penerus masa depan, mengingat perempuan adalah
yang mengandung dan melahirkan anak sekaligus yang banyak merawat,
membimbing, mendidik dan mendampingi anak hingga dewasa sehingga
perempuan haruslah sehat, kuat dan terbebas dari segala penyakit,
termasuk HIV dan AIDS.
No Responses