Keturunan Nabi Ini Semasa Hidupnya Dituduh Pelit. Namun Apa Yang Terjadi Setelah Ia Wafat “Anam Wong I”
Mearindo, Sebuah pelajaran bahwasanya prasangka manusia menilai keburukan terhadap orang lain belumlah tentu benar. Oleh sebab itu Agama Islam melarang keras umatnya agar tidak memiliki sifat mudah berprasangka buruk kepada orang lain.
Kisah Keturunan Rosululloh Muhammad SAW yang saat hidupnya beliau dinilai buruk oleh orang orang dikalangan masyarakat Madinah. Dan setelah kepergianya barulah Allah menunjukkan bahwa prasangka yang ditujukan kepada keturunan Nabi ini tidaklah benar.
“Ali bin Husain dikenal pelit dikalangan masyarakat Madinah kala itu, namun ketika meninggal dunia, barulah manusia mengetahui bahwa beliau telah menanggung biaya hidup seratus keluarga di Madinah”, Syaibah bin Na’amah.
Muhammad Bin Ishaq berkata: “Salah seorang penduduk Madinah hidup tanpa tahu dari mana asal-usul rezeki mereka, tatkala Ali bin Husain meninggal dunia, barulah mereka kehilangan apa yang selama ini diberikan kepada mereka pada malam hari.”
Jarir berkata: “Ketika beliau (Ali Bin Husain) dimandikan, mereka melihat di punggung beliau ada bekas karena memanggul karung untuk orang-orang miskin pada malam hari”.
Abu Hamzah Ats-Tsimali mengisahkan bahwa beliau biasa memanggul karung yang berisi roti dan pernah beliau berkata: “Sesungguhnya sedekah pada malam hari dapat memadamkan murka Rabb Allah ‘Ajja wa Jalla”.
Berikut biografi singkatnya :
Ali bin Husain (658-713) (علي بن حسين زين العابدين) merupakan putra dari Husain bin Ali Bin Abi Tholib dan cicit dari Muhammad Saw.
Ali bin Husain mendapat julukan Zainal Abidin karena kemuliaan pribadi dan ketakwaannya dan as-Sajjad sebagai tanda “orang yang terus melakukan sujud dalam ibadahnya”. Dia juga dipanggil dengan nama Abu Muhammad, bahkan kadang ditambah dengan Abu al-Hasan.
Ali bin Husain Lahir di Madinah pada 15 Jumadil awal 38 H / 658 Masehi dan Meninggal pada 25 Muharram 95 H 713 Masehi dan dimakamkan di Jannatul Baqi, Madinah.
Dalil Larangan Berprasangka Buruk
Allah Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berprasangka, karena sesungguhnya sebagian tindakan berprasangka adalah dosa dan janganlah kamu mencari-car kesalahan orang lain” (Al-Hujurat : 12)
Dalam ayat ini terkandung perintah untuk menjauhi kebanyakan berprasangka, karena sebagian tindakan berprasangka ada yang merupakan perbuatan dosa. Dalam ayat ini juga terdapat larangan berbuat tajassus. Tajassus ialah mencari-cari kesalahan-kesalahan atau kejelekan-kejelekan orang lain, yang biasanya merupakan efek dari prasangka yang buruk.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِيَّا كُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ وَلاَ تَحَسَّسُوا وَلاَ تَجَسَّسُوا وَلاَ تَحَاسَدُوا وَلاَتَدَابَرُوا وَلاَتَبَاغَضُوا وَكُوْنُواعِبَادَاللَّهِ إحْوَانًا
“Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”
Dasar Hukum Al Qur’an & Hadits
Kitab Az-Zuhd, Imam Ahmad Bin Hambal hlm. 230
Ditulis oleh :
Syifaul Anam Wong I
No Responses