banner 728x90

Buah Keputusan KPU: “PERANG” Polisi Lawan Rakyat

Oleh Chazali H. Situmorang ( Pemerhati Kebijakan Publik)

Sejak pukul 12.00 malam sampai pukul 02.00 pagi 22 Mei 2019, saya melek terus menonton “pertempuran” antara Polisi dengan demonstrans di depan Bawaslu. Polisi menghimbau secara baik-baik via pengeras suara agar para demonstrans bubar, dan kembali ketempatnya masing-masing.

Para demonstrans tetap ngeyel inign bertahan ditempat. Sepertinya mereka ingin sahur sekalian di jalan Thamrin depan Bawaslu. Karena sudah dimulai dengan sholat Isya dan Sholat Tarawih.

Terlihat strategi demonstrans memanfaatkan malam hari, karena mungkin energi sudah penuh terisi. Jika siang hari mungkin suasana puasa, stamina akan menurun.

Hampir jam 02.30 dini hari 22 Mei 2019, letusan gas air mata, dengan nyala api di udara persis petasan masih berlangsung, untuk mengusir para demonstrans, termasuk yang sudah terdesak di Tanah Abang. Demonstrans tidak kalah melawan dengan batu, bom molotov, petasan. Sepertinya ingin menunjukkan gaya militansi Intifadah Palestina dalam melawan tentara Israel.

Inilah situasi dari buah hasil keputusan KPU, dini hari pukul 01.45 21 Mei 2019 yang menimbulkan ketidak puasan rakyat pendukung Paslon 02, karena merasa di “curangi” secara masif, terstruktur, dan sistematis.

Sebenarnya, Negara sudah menyiapkan chanel untuk mengadili kecurangan dan ketidak jujuran yang dilakukan secara TSM dalam proses Pemilu yang diselenggarakan KPU, yaitu melalui Pengadilan Mahkamah Konstitusi.

Persoalannya, adalah sudah terbangun distrust dalam benak rakyat, khusunya pendukung dan pemilih Paslon 02, terhadap MK, berdasarkan pengalaman sidang di MK pada Pemilu 2014, dimana pihak MK, tidak tegak lurus dalam melaksanakan keputusan Majelis Hakim MK.

Sekarang ini, terlihat adu kekuatan antara kekuatan demonstrans , berupa kekuatan yang sulit diduga, karena datang dari berbagai penjuru angin, walaupun sudah coba dicegat oleh pihak Polisi, dititik-titik pintu masuk jakarta. Dengan Polisi yang didukung Brimob senjata canggih peluru gas air mata, dengan mobil pengurai masa, watercannon dan tongkrongan baracuda yang sangar dan menciutkan hati mereka yang tidak punya jiwa militansi.

Bentrokan tidak dapat dihindari, karena Polisi mendesak demonstrans membubarkan diri, karena sudah malam hari. Batas waktu demonstrans adalah sore hari jam 18.00 Wib.

Minta dispensasi untuk sholat maghrib dan Isya, Polisi mengalah, tetapi mereka rupanya tidak mau bubar, inign bertahan. Boleh jadi ingin tidur di aspal jalan.

Pihak Polisi tidak membolehkan mereka terus bertahan di depan Bawaslu, terjadilah bentrokan, suara letusan bertubi-tubi dengan peluru gas air mata. Ada sepeda motor Polisi ikut menghalau. Tapi rupanya demonstrans nyalinya lumaya kuat, tidak ciut bahkan melawan dengan lemparan batu, bom molotov, dan ada juga petasan.

*Kenapa bentrokan harus terjadi?*.

Polisi seharusnya memahami situasi psikologis massa yang berkumpul di depan Bawaslu. Mereka mungkin dalam suasana batin yang meradang atas “kesewenangan” KPU dalam melakukan penghitungan suara.

Karena di malam hari, lalu lintas sudah sunyi, dan jalan dapat ditutup. Biarkan saja mereka para mendemo itu, berkerumun di depan Bawaslu, silahkan berorasi. Polisi cukup menjaga, dan mengawalnya, untuk mencegah gerakan yang bersifat merusak.

Silahkan mereka tidur dan duduk-duduk di atas aspal yang hangat. Jam 03,00 pagi mereka makan sahur, dan dilanjutkan sholat Subuh. Habis itu mereka mengantuk dan ingin pulang mandi dan tidur. Polisinya juga bisa istirahat.

Polisi sebagai Pengayom Masyarakat, berikanlah mereka perlindungan dalam berdemonstrasi, sebab unjuk rasa di jamin oleh Konstitusi. Kehadiran Polisi dalam setiap terjadinya unjuk raksa lebih pada memastikan apakah unjuk rasa yang dilakukan itu merusak atau tidak. Membahayakan masyarakat lainnya atau tidak.

Jika tidak, kawal mereka. Jangan ada penangkapan. Sebab penangkapan memicu adrenalin pendemo untuk menjadi beringas. Sebab para demonstrans itu solidarity dan militansinya tinggi.

Semoga Polisi dalam menghadapi demonstras hari-hari berikut ini, dapat lebih persuasif. Tidak perlulah ditunjukkan pasukan dengan seragam model Transformer dengan menyandang senjata canggih.

Gunakan saja pentungan, atau rotan untuk memukul mereka yang bandel, dengan tidak membahayakan tubuh demonstrans. Sebab mereka bukan teroris, tetapi bagian rakyat yang menuntut kejujuran dan keadilan dari penyelenggara negara dalam proses Pemilu.

Cibubur, 22 Mei 2019

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan