banner 728x90

Desa Pojok Kawedanan Luncurkan PAGUPON Tradisional (Pasar Minggu Pon)

Desa Pojok Kawedanan Luncurkan PAGUPON Tradisional (Pasar Minggu Pon)

Mearindo.com – Ditengah perkembangan era perdagangan modern yang melanda negeri Indonesia membawa dampak hilangnya sistem perdagangan tradisional, dimana pasar tradisional kental dengan terawatnya kerukunan masyarakat, pembeli dan penjual dapat berinteraksi dengan ramah. Hal ini disikapi Pemdes Pojok Kecamatan Kawedanan, Kabupaten Magetan dengan meluncurkan PAGUPON (Pasar Minggu Pon), 09 Desember 2018 yang dipelopori oleh PKK Pojok.

Pasar yang ada disetiap pasaran hari Minggu Pon ini diramaikan pedagang yang menjajakan berbagai makanan tradisional jaman belanda atau dikenal “Panganan Ndeso” seperti Getuk, Jenang Gendul, Tepo, dan berbagai kuliner yang ada di era penjajahan Belanda. Selain itu berbagai barang gerabah alat rumah tangga yang terbuat dari tanah liat dan kayu juga diperdagangkan di Pasar Minggu Pon.

Uang Benggol. Keunikan Pasar Minggu Pon yang digelar di halaman BUMDes Desa Pojok ini tidak memberlakukan bayar dengan uang rupiah. Akan tetapi jual beli dipasar tradisional ini menggunakan simbul Uang Benggol. Yakni barang dibentuk menyerupai uang yang terbuat dari tanah liat berbentuk lingkaran dengan lubang ditengahnya. Sehingga pengunjung yang hendak membeli dagangan diharuskan menukarkan uang rupiah dengan Uang Benggol kepada panitia yang sudah siap didepan PAGUPON Tradisional.

Sejarah Uang Benggol digunakan untuk jual beli menggantikan dagang dengan sistem barter (tukar barang) yakni setelah terjadinya perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa Tengah, Perang Paderi (1821- 1837) di Sumatra Barat, dan Perang Aceh (1873-1903) yang mengakibatkan Belanda mengalami kekosongan pada Kas Keuangan. Akibatnya Belanda menerapkan sistem jual beli pada rakyat Nusantara dengan uang logam berbentuk lingkaran berlubang.

Berbagai macam mata-uang baik emas, perak, dan tembaga juga dibuat pada masa-masa pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau Wilhelmina. Pada masa itu satuan mata uang yang beredar adalah gulden dan sen, nilai-nilainya dikenal dengan istilah : Suku (50 Sen) – Tali (25 Sen) – Ketip atau Picis (10 Sen) – Kelip (5 Sen) – Benggol atau Gobang (2 Sen) dan uang Ringgit (2 Gulden/Rupiah).

Peluncuran PAGUPON Tradisional oleh PKK Desa Pojok para pengunjung dapat menikmati jajanan tradisional jaman belanda selain disambut warga yang mengenakan pakaian adat jawa tradisional juga dihibur seni Karawitan, sebuah seni musik tradisional yang lebih dikenal Seni Gambyong. Sehingga menambah suasana pedesaan sangat dirasakan ditengah – tengah PAGUPON Tradisional.

Eko salah satu pemuda warga Rt.05 Rw.02 Desa Pojok, Kecamatan Kawedanan mengatakan Pasar Tradisional ini yang perdana dan akan digelar tiap Minggu pasaran Pon. “Ini penjualnya dari warga Desa Pojok semua dan juga hasil karya warga Pojok, termasuk seni Karawitannya,” ujarnya.

Sementara itu SUSILOWATI selaku Ketua PKK Desa Pojok yang membidangi lahirnya PAGUPON Tradisional mengatakan  keunikan pasar tradisional yang satu ini pasalnya pembayaran pakai uang menyerupai benggol itu dimana pembuatan uang simbul benggol juga kreasi asli desa Pojok.

Pagupon merupakan salah satu cara untuk memberdayakan masyarakat agar bisa membuat produk, menginovasi, seta memasarkan Pagupon sebagai sarana untuk wisata keluarga khususnya kuliner yang unik, tradisional, murah, ramah lingkungan/di upaya kan berbungkus daun krn mudah ada di sekitar desa”, ujar SUSI

Selain menurut Ketua PKK Desa Pojok ini, Pagupon Tradisional dimaksudkan menumbuhkan daya minat berbelanja pada tetangga sendiri hingga menjaga perputaran ekonomi lingkup desa, PAGUPON juga diharapkan menjadi magnet yang mampu menarik daya minat masyarakat secara luas untuk ikut merasakan nuasan Pasar Tradisional di Desa Pojok yang dikonsep dengan PAGUPON Tradisional. (Yun)

 

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan