Kampung NU Magetan Gelar Ketupat Gratis Sepanjang 2 KM
Mearindo.com-Magetan-Jatim
Ketupat Besar Diarak Menuju Upacara Pemotongan Oleh Ulama NU
Pasukan Banser dari NU memikul Ketupat ukuran besar menuju tempat upacar pemutongan secara simbolis lalu di bagikan kepada seluruh warga yang mengikuti acara Wisata Religie Kampung NU
Wisata Religie Kampung NU di Dukuh Joso Desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan baru pertamakalinya mengadakan tradisi Badha Kuput, Kupatan merupakan salah satu tradisi Jawa yang berlangsung satu Minggu setelah hari raya Idul Fitri. Dinamakan kupatan karena sebagian besar masyarakat jawa membuat kupat (ketupat) pada hari raya ke-8.
Tradisi ini sangat terasa jika kita berada di Dukuh Joso, Desa Turi, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Karena di hari kupatan (hari ke-8 bulan syawal) masyarakat Kampung NU, dan sekitar merayakan kupatan dengan menyajikan Ketupat yang di pajang sepanjang jalan yang berada di Dukuh Joso kurang lebih sepanjang dua kilo Meter dengan jumlah ketupat sebanyak tujuh ribu ketupat.
Di Dukuh Joso adalah salah satu kampung NU yang mendapatkan juara sebagai kampong NU oleh karena itu pada badha Kupat 1438 H menjadi setral acara Kupatan, dengan berbagai acara seperti pemotongan kupat yang sangat besar, seni reog mulim, tarian Sufi dari Mafia sholawat hingga pertunjukan Baraongsai.
Menurut pengurus NU kecamatan Panekan Suwarno (65) warga RT 04 RW 04 Dukuh Joso desa Turi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan mengatakan, acara ini merupakan kesepakatan dari pengurus NU Kabupaten Magetan bahwa ketupat isinya termasuk sayur dan lauk pauknya ditanggung warga Dukuh Joso tetapi Kulit ketupatnya di bantu seluruh Desa Turi, ketupat yang di hidangkan di Dukuh Joso, kecamatan Panekan Kabupaten Magetan ini baru tahun 2017 adalah tahun Pertama diperingati kupatan dengan merayakan upacara tujuh ribu Kupat yang telah tercatat dan apa bila di masukan di rekor muri acara kupatan di dukuh Joso paling terbanyak.
“Kupat yang berjumlah tujuh ribu tersebut di pajang di pinggir jalan kampong Joso sepanjang 2 KM, kemudian dibacakan doa oleh ulama dan kemudian dibagikan kepada masyarakat, biasanya masyarakat yang saling berebut ketupat karena dipercaya membawa berkah,”ungkap Suwarno kepada Mearindo.com, Minggu (2/7/2017).
Lanjutnya, tidak diketahui persis kapan mulai tumbuh dan berkembangnya tradisi kupatan dan apa makna filosofi dari perayaan tradisi tersebut. Ada yang berpendapat bahwa kupatan merupakan hari rayanya orang yang berpuasa 6 hari pada satu Minggu setelah lebaran hari pertama (tanggal 2-7 Syawwal). Pendapat lain mengatakan bahwa kupatan adalah berasal dari kata kupat singkatan dari ngaku lepat, artinya adalah mengaku salah. Kupatan berarti ngaku kalepatan, mengakui banyak kesalahan. Apapun makna dan filosofinya, kupatan merupakan bagian tradisi yang penuh dengan makna khususnya Jawa. Dan kupatan telah menjadi hari raya ke-2 di bulan Syawwal setelah Idul Fitri. Secara sosiologis, seolah kupatan telah mengajarkan arti pentingnya saling bertemu dan saling mengakui kesalahan serta memaafkan satu dengan yang lainnya.
“Ketupat atau tradisi Jawa-nya kupatan bukan hanya sebuah tradisi Lebaran dengan menghidangkan ketupat, sejenis makanan atau beras yang dimasak dan dibungkus daun janur berbentuk prisma maupun segi empat. Sebab, kupatan memiliki makna dan filososi mendalam,” terang Suwarno.
Tradisi kupatan berangkat dari upaya-upaya walisongo memasukkan ajaran Islam. Karena zaman dulu orang Jawa selalu menggunakan simbol-simbol tertentu, akhirnya para walisongo memanfaatkan cara tersebut. Sehingga tradisi kupatan menggunakan simbol janur atau daun kelapa muda berwarna kuning.
Karena janur biasa digunakan masyarakat Jawa dalam suasana suka cita. Umumnya, dipasang saat ada pesta pernikahan atau momen menggembirakan lain. Janur dalam bahasa Arab berasal dari kata ”Ja a Nur” atau telah datang cahaya. Sebuah harapan cahaya menuju rahmat Allah, sehingga terwujud negeri yang makmur dan penuh berkah. Sedangkan isinya, dipilih beras yang dimasak jadi satu sehingga membentuk gumpalan beras yang sangat kempel. Ini pun memiliki makna tersendiri, yakni makna kebersamaan dan kemakmuran.
“Dari sisi bahasa, kupat berarti mengaku lepat atau mengakui kesalahan. Bertepatan dengan momen Lebaran, kupat mengusung semangat saling memaafkan, semangat taubat pada Allah, dan sesama manusia. Dengan harapan, tidak akan lagi menodai dengan kesalahan di masa depan. Kupat dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kafi. Yakni, kuffat yang berarti sudah cukup harapan. Sehingga dengan berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadan, kemudian Lebaran 1 syawal, dan dilanjutkan dengan puasa sunnah enam hari syawal, maka orang-orang yang kuffat merasa cukup ibadahnya, sebagaimana hadis nabi, hal demikian bagaikan puasa satu tahun penuh,”pungkas Suwarno. (lak)
No Responses