banner 728x90

Pembiaran Limbah Liar Potret Buram Pemerintahan Magetan

Ada Apa Dengan Pengolahan Limbah Di Magetan ?

 


Mearindo Magetan – Meski berulang kali media cetak maupun elektronik
mengekpos keberadaan lingkungan industri kecil (LIK) dan Pabrik Kulit
Carma Wira Jatim kepunyaan Pimprop – Jatim ,namun para pengusaha dan
direktur tidak bergeming seolah olah sudah kebal dengan hukum yang
berlaku. Atau bisa jadi para pengusaha dan direktur sudah memberi Upeti
kepada oknum yang tidak bertanggung jawab, jadi mereka merasa aman untuk
membuang limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) ditempat pembuangan
akhir (TPA) dan Kali Gandong.

Padahal limbah tersebut merupakan
bahan yang berbahaya bagi lingkungan akan mengakibatkan dampak yang
sangat membahayakan bagi masyarakat sekitar lingkungan TPA dan
Masyarakat pinggiran aliran Kali Gandong. Karena limbah itu harus diolah
secara khusus melalui proses dengan mesin yang perlu disepakati oleh
para pengusaha LIK, Diretur PT. Carma Wira Jatim dan Pemerintah.

Menurut salah satu masyarakat yang tidak mau disebut namanya
ketepatan tinggal di sekitar TPA mengatakan hampir 6 – 7 Rit Pickup
limbah LIK yang dibuang setiap harinya ke TPA, limbah sampah sudah bau
lebih lagi limbah LIK, kami mengharapkan kepada pemerintah agar
pembuangan limbah LIK disetop. Dan limbah dari PT. Carma Wira Jatim
sering membuang ke kali Gandong pas air mengalir atau tidak mengalir,
hal ini mengakhibatkan warga di seputar kali gandong bahkan melewati
tengah – tengah kota Magetan terang M. Zahni salah satun aktivis pas
melintas jembatan gandong saat itu (red pembuangan limbah).

Lilik Abdi Kusuma, salah satu tokoh Front Aktifis ;Lintas Sektoral atau biasa disebut FALS mengatakan
bahwa Pergantian adanya UU No.23 Tahun 1997 tentang pengolahan
lingkungan Hidup dengan UU No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengolahan lingkungan hidup, secara filosofi Undang-Undang ini memandang
dan menghargai bahwa arti penting akan hak-hak asasi berupa hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warga negara.

Munculnya konsep
perlindungan hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1974 oleh Rene Cassin
dalam perkembangannya memasukkan juga hak atas lingkungan yang sehat dan
baik ( the right t a healthful and decent enviroment).

Hal ini dilatarbelakangi adanya persoalan lingkungan (kususnya
pencemaran industri) yang sangat merugikan perikehidupan masyarakat.

Untuk Indonesia, pertama kali hak atas lingkungan yang sehat dan baik
diakui dalam sebuah UU No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok tentang
lingkungan hidup yang diganti UU No.23 Tahun 1997, kemudian juga hak
atas lingkungan hidup yang sehat dan baik di indonesia diakui sebagai
HAM melalui ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang HAM menetapkan
bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik.

“Dalam
perkembangan keluarnya UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,di bab HAM dan
kebebasan dasar manusia, bahwa bagian hak untuk hidup. Hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat, dasarnya pada pasal 28H UUD ‘45,
dengan ditetapkan Hak lingkungan ini diharapkan semua lapisan masyarakat
semakin menjaga kualitas lingkungan hidup dengan perlu dilakukan suatu
perlindungan dan pengolahan terpadu, intragrasi dan seksama untuk
mengantisipasi penurunan akibat pemanasan global,” terang Lilik.

Mearindo Online klarifikasi kepada salah seorang Badan
Lingkungan Hidup yang tidak mau disebut namanya membenarkan bahwa
instansinya sudah menjelaskan pada para pengusaha LIK dan Pihak Carma
Wira Jatim betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup dan beliau
menjelaskan Peraturan Menteri Negara Linkungan Hidup No.18 Tahun 2009
tentang tata cara pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun. Limbah
bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disebut B3 adalah sisa
suatu usaha dan / atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan /
atau bercun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan / atau merusak lingkungan hidup, dan / atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makluk
hidup lainya jelasnya.

Lilik juga mengatakan Pengolahan Limbah B3 adalah
rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan limbah B3. Sedangkan peraturan menetapkan kepada pengusaha LIK dan PT. Carma Wira
Jatim bahwa dalam pembuangannya limbah harus ada formulirnya antara
lain :
1. Formulir permohonan
rekomendasi pengangkutan
2. Formulir permohonan ijin pengolahan
limbah B3
3. Persyaratan minimal permohonan ijin
4. Formulir uji coba pengolahan limbah B3

Dan apabila
para pengusaha tidak mentaati peraturan yang ada , para pengusaha LIK
bisa mendapatkan Sanksi pidana serta dendanya. Antara lain jenis
pelanggaran yang sering dilakukan oleh para pengusaha LIK dan aparat
yang terkait :
1.Melakukan perbuatan mengakibatkan dilampui baku mutu (Ps 98) pidana
3-10
Tahun dengan denda 3 – 10 Milyar.
2.Melakukan usaha tanpa AMDAL atau UKL / UPL dan ijin lingkungan
(Ps.109) Pidana 1 – 3
Tahun denda 1 – 3 Milyar.
3.Pejabat memberi ijin usaha tanpa AMDAL atau UKL -UPL (ps.111) pidana 3
Tahun denda 3 Milyar.
4.Pejabat pemberi ijin lingkungan tanpa AMDAL atau UKL -UPL (ps.111)
pidana 3 Tahun denda 3 Milyar.
5.Tidak melakukan pengolahan limbah B3 (Ps.103) Pidana 1-3 Tahun Denda
1-3 Milyar.
6.Memasukkan B3 Ps. 106 Pidana 5-15 Tahun Denda 5 – 15 Milyar.
7. Membakar lahan Ps.108 Pidana 3 – 10 Tahun Denda 3 – 10 Milyar.
8.Tidak melakukan pengawasan Ps.112 pidana 1 Tahun denda 500 Jt
9.Memberi informasi palsu Ps. 113 Pidana 1 Th denda 1 M
10.Tidak melaksanakan perintah paksaan pemerintah pidana 1 Th denda 1 M
11.Menghalang halangi pejabat pengawasan dan/atau PPNS Ps. 115 Pidana 1
th denda 500 Jt
12.Menyusun AMDAL tanpa sertifikat kompetensi pasal 110 Pidana 3 Th
denda 3 M

Ternyata kalau menyadari seharusnya para
pengusaha harus berembuk dengan instansi terkait karena begitu berat
sanksi pidana dan dendanya begitu pungkas beliau.(Tim)

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan