Hari Pahlawan / Battle of Surabaya Para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Mearindo Artikel – Walaupun sejarah menyebutkan hari
Pahlawan merupakan peringatan Pertempuran di Surabaya, namun hari ini
dinyatakan Bulan ini tepatnya 10 Nopember kita memperingati Hari
Pahlawan untuk mengenang jasa
setelah kemerdekaan RI. Tentara sekutu digandengi Belanda berusaha untuk
menguasai Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia.
Pertempuran ini
sangat sengit sebagai hari nasional di Indonesia karena menginspirasi
perjuangan dalam rangka mendapatkan kemerdekaan Indonesia.
Untuk itu tidak ada salahnya Team Biro Magetan – Madiun Mearindo Online menuliskan sebuah artikel tentang Pertempuran arek-arek
surabaya dengan para penjajah. Tulisan tentang Pertempuran Surabaya ini
merupakan terjemahan dari artikel berbahasa inggris yang berjudul Battle
of Surabaya.
Battle of Surabaya adalah pertempuran antara pejuang pro kemerdekaan
Indonesia melawan tentara Inggris dan Belanda. Puncak dari pertempuran
ini terjadi di bulan November 1945, tiga bulan dan dijadikan sebagai
simbol nasional dengan ditetapkannya Hari Pahlawan setiap tanggal 10
November.
Awalnya Tentara sekutu mendarat di surabaya pada akhir Oktober 1945,
dimana pemuda surabaya merupakan benteng terkuat di surabaya. Terjadi
pertempuran yang sangat sengit dengan 6000 tentara hindia belanda untuk
menyelamatkan tawanan eropa. Bahkan Pemimpin tentara Inggris, Brigader
Mallaby tewas tanggal 30 oktober 2008.
Hal ini memicu sweeping dari tentara sekutu dan dibantu oleh angkatan
udara mereka tanggal 10 November. Dalam operasi militer ini tentara
sekutu berhasil menguasai surabaya selama 3 Hari. Namun arek-arek
surabaya dengan senjata seadanya berhasil memberikan perlawanan yang
sengit kepada tentara sekutu walaupun ribuan orang meninggal karena
serangan ini dan sisanya melarikan diri ke daerah lain.
Serangan militer ini sebenarnya untuk meredam dan membatalkan
kemerdekaan Republik Indonesia. Namun ternyata hal ini membangkitkan
semangat di seluruh negeri ini untuk mempertahankan Kemerdekaan. Selain
itu perjuangan di surabaya berhasil mendapatkan perhatian dari dunia.
Sehingga dunia tahu bahwa Republik Indonesia merdeka dan memiliki
dukungan yang sangat kuat dan luas dari Rakyatnya.
Sungguh besar jasa para pahlawan kita, tentunya sangat pantas jika
pemerintah memberikan perhatian lebih lagi kepada para veteran perang
kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya sebagai pelengkap dalam upacara
bendera. Walaupun sebenarnya para veteran tidak mengharapkan pamrih
dalam berjuang, sungguh heroik jiwa mereka.
Kemerdekaan yang diwariskan oleh para pejuang kita ini sebaiknya sebagai
generasi muda kita meneruskan perjuangan mereka dengan melakukan
pembangunan di segala bidang untuk kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia tidak terkecuali suku, agama, ras dan budayanya.
Jangan ada
lagi ada diskriminasi kepada golongan minoritas. Mari kita memberantas
kebodohan yang menyebabkan negara ini terpuruk dan terpecah-pecah.
Golongan mayoritas tentunya harus bijaksana dalam bersikap, sedangkan
minoritas juga jangan takut untuk menyuarakan pendapatnya. Pembangunan
nasional dan kesejahteraan sosial bakal tercapai jika setiap aspek
masyarakat mengesampingkan egonya dan mulai bekerja sama. Tidak ada yang
lebih baik dari hidup saling tolong menolong dan saling menghargai.
Semoga hal ini tercapai di Indonesia.
Ini terbukti hampir saban 10 November kita selalu mengibarkan bendera
satu tiang penuh. Upacara penghormatan pun dilakukan untuk memperingati
hari Pahlawan.
Seremonial tahunan ini menjadi satu refleksi bagi kita
semua untuk mengenang jasa-jasa besar para pahlawan Indonesia yang
dengan ikhlas mengorbankan segenap jiwa dan raga yang dimiliki sampai
tetes darah penghabisan. Semua itu demi satu tujuan: Kemerdekaan!
Merdeka dari penghisapan, merdeka dari penjajahan, dan merdeka dari
penindasan kolonial. Soekarno pernah berkata bahwa bangsa yang besar
adalah bangsa yang tidak pernah lupa akan jasa para pahlawannya. Maka
dari itu, jangan pernah sekalipun melupakan sejarah.
Sebagaimana laiknya sebuah refleksi, peringatan hari pahlawan ini tak
cukup sekedar kita memasang bendera satu tiang penuh dan mengikuti
upacara kebesaran yang dipersiapkan, dihadiri para pejabat, didengarkan
pidatonya, lantas selesai begitu saja tanpa ada satu nilai. Dan hal ini
dari tahun ke tahun terasa semakin kurang dihayati dan menjadi kosong
makna karena peringatan ini cenderung bersifat seremonial belaka.
Lebih dari itu, refleksi ini menjadi satu permenungan kita bersama,
sejauh mana kita sebagai angkatan muda(baca: mahasiswa), kaum
intelektual terpelajar mampu menjadi bagian dalam proses pembangunan
bangsa ini ke depan? Hal signifikan apa saja yang telah kita perbuat di
dalam arus persaingan yang go global ini? karena seperti apa yang
dikatakan oleh Soe Hok Gie bahwa kitalah generasi yang akan memakmurkan
Indonesia
Memang secara legal formal bangsa ini telah merdeka,
tetapi bila kita lihat secara hakikat ternyata belum sepenuhnya kita
merdeka. Penjajahan yang kita alami sekarang tidak sama dengan apa yang
dialami oleh arek-arek Suroboyo ketika melawan Inggris di Surabaya 68
tahun silam dengan menggunakan beberapa pucuk senjata dan bambu runcing.
Bentuk penjajahan yang kita alami saat ini tidak bermuka garang
melainkan berwajah lembut. Kita dijajah secara sistem!
Tengoklah
berapa juta massa rakyat Indonesia yang terbelenggu dalam kemiskinan,
mereka yang tidak mampu sekolah, pengangguran yang menumpuk, petani yang
dirampas tanahnya, buruh dengan gaji rendah, belum lagi kanker korupsi
yang masih menjamur di tubuh birokrasi negeri ini. Tan Malaka membuat
sebuah illustrasi yang menyedihkan tentang keadaan rakyat.
Sebuah
kenyataan yang ditulis puluhan tahun lampau namun masih dekat dengan
kenyataan yang sekarang kita alami:
“Beberapa juta jiwa sekarang hidup
dalam keadaan ‘pagi makan, petang tidak’. Mereka tidak bertanah dan
beralat lagi, tidak berpengharapan di belakang hari. Kekuasaan atas
tanah pabrik, alat-alat pengangkutan dan barang perdagangan, kini
semuanya dipusatkan dalam tangan beberapa sindikat…demikianlah rakyat
Indonesia tambah lama tambah miskin sebab gaji mereka tetap seperti
biasa(malahan kerapkali diturunkan), sementara barang-barang makanan
semakin mahal”
Hal inilah yang secara kongkrit harus kita jawab
bersama. Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan pahlawan-pahlawan baru
untuk mewujudkan kehidupan massa rakyat yang demokratis secara politik,
adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi, dan partisipatif secara
budaya.
Pengalaman-pengalaman besar harus dijemput bukan hanya melalui analisa
tapi juga karya-karya penting untuk menggugah kesadaran yang sudah lama
terlelap. Di dunia pemikiran kita bukan sekedar membutuhkan
gagasan-gagasan baru melainkan juga ‘alat baca’ yang berpihak atas massa
rakyat yang tertindas. Intelektual adalah bagian dari arus massa
tertindas dan sebaiknya mengerti, memahami, dan menyelami kehidupan
mereka. Hal ini tak akan bisa dimengerti jika mengetahui kehidupan hanya
sebatas kegiatan-kegiatan pelatihan, workshop, rapat, seminar, diskusi
atau penelitian ‘pesanan’. Kegiatan itu hanya akan meningkatkan
pendapatan bukan pemahaman atas kenyataan sosial. Membuang keyakinan
lama mungkin jadi syarat utama menuju pada tugas serta mandat seorang
intelektual terpelajar.
Pahlawan-Pahlawan Baru
Sebuah keniscayaan memang apabila setiap jaman akan melahirkan anak
jamannya masing-masing. Disinilah peran generasi muda tak pernah putus
dari sejarah bangsa ini. Jika kita menilik ke belakang, dulu kaum
terpelajar yang memperoleh kesempatan untuk menikmati pendidikan
mempunyai satu cita-cita besar bagaimana bangsa ini bisa merdeka dari
belenggu penindasan kolonial. Mereka tidak hanya mempunyai gagasan besar
tentang perubahan, tidak hanya berhenti pada satu forum diskusi, tetapi
ada satu tindakan riil bagaimana melakukan proses transformasi nilai
terhadap massa rakyat yang tertindas. Jalan itupun mereka dapatkan
dengan cara mengorganisasikan diri.
Tidak hanya itu, mereka juga membuat terbitan-terbitan cetak dalam
proses transformasi nilai kepada massa rakyat. Perlawanan terhadap
Belanda memasuki babak baru. Tak sekedar dengan rencong dan keris,
tetapi juga dengan pena dan kertas (baca: ilmu pengetahuan). Itulah
sebabnya Ben Anderson, lewat esai panjang Immagined Communities,
menulis: “Selain runtuhnya kekuasaan universal (gereja Katolik-Roma) dan
kerajaan-kerajaan dinastik, berkembangnya penerbitan dan percetakan
yang memungkinkan tulisan para pemimpin pergerakan makin banyak dibaca
khalayak adalah elemen terpenting dari kelahiran nasionalisme”.
Tugas
kita saat ini adalah memberi makna baru kepahlawanan dan mengisi
kemerdekaan sesuai dengan perkembangan zaman. Saat memperjuangkan dan
mempertahankan kemerdekaan, rakyat telah mengorbankan nyawanya. Kita
wajib menundukkan kepala untuk mengenang jasa-jasa mereka. Karena itulah
hari Pahlawan harus kita peringati dan refleksikan.
Namun,
kepahlawanan tidak hanya berhenti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun
kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah
orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela
kebenaran? Bukankah makna pahlawan itu adalah pejuang gagah berani?
Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan
seperti keberanian, keperkasaan, dan kerelaan berkorban? Saat
negara nasibnya terseok seperti sekarang dimana rakyat hidupnya diperas,
perubahan hanya jadi menu diskusi, saat itulah maka gerakan progresif
kaum intelektual terpelajar menjadi satu kebutuhan mendesak. Seorang
terpelajar bukan semata-mata sosok yang mencintai pengetahuan, tapi
bagaimana dapat dan mampu memberikan gagasan-gagasan tentang perubahan.
Karena itulah, solusi-solusi baru dan tindakan konkrit untuk perubahan
sosial mutlak dibutuhkan.
Kami Team Biro Magetan – MadiunMearindo Online masih ingat
jelas ungkapan satir yang pernah dituliskan Romo Mangunwijaya: “Apa guna
kita memiliki sekian ratus ribu alumni sekolah yang cerdas, tetapi
massa rakyat dibiarkan bodoh? Segeralah kaum sekolah itu pasti akan
menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintaran mereka”.
Semoga ini bisa menjadi perenungan kita bersama – sebagai ‘intelektual
terpelajar’ – dalam merefleksikan peringatan hari Pahlawan dan mengisi
kemerdekaan ini dengan penuh makna (Team Biro Magetan – Madiun)
No Responses