banner 728x90

Tahukah Anda? PP 57 TAHUN 2021 Diduga Upaya Melenyapkan PANCASILA Secara Sistematis Lewat Jalur Pendidikan, Ini Sikap Komnasdik Magetan

Jawa Timur – MAGETAN – Raibnya mata kuliah pelajaran Pendidikan Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standardisasi Pendidikan Nasional mengundang resah sejumlah kalangan. Kebijakan yang tertuang dalam peraturan pemerintah itu dinilai tidak menghormati dasar negara dan icon pemersatu bangsa. Ketua Komisi Nasional Pendidikan (Komnasdik) Kabupaten Magetan memprediksi ini merupakan strategi busuk yang terencana,bahkan Terstruktur, Sistematis Dan Massif (TSM).

“Kami memandang ini merupakan upaya sekularisasi pendidikan yang radikal. Mulai dari Polemik Trisila dan Ekasila di RUU HIP, kontroversi SKB Tiga Menteri Soal Seragam Sekolah, Hilangnya Frasa Agama di Road Map Pendidikan 2020-2035, dan persoalan PP 57/2021 yang mencoba mengubur Pancasila sebagai dasar negara dan icon pemersatu bangsa,” ujar Imam Yudhianto, SH, MM, Ketua Komnasdik Magetan, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (14/04/2021).

Imam menjelaskan PP Nomor 57 Tahun 2021 juga bertentangan dengan Undang-Undang 12 Tahun 2012. Dalam pasal 40 ayat (3) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standardisasi Pendidikan Nasional tertulis, kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa. Sementara pada pasal 35 ayat (3) Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan, kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam pasal 40 ayat (2) PP No. 57/2021 juga tertulis, kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan, serta Muatan Lokal.

“Prisip hukum memberikan guidance bahwa PP seharusnya tidak boleh bertentangan dengan UU. Jika ada PP tidak sesuai atau bertentangan dengan UU, maka PP itu batal demi hukum. Prinsip “lex superior derogat legi inferiori”sudah menjadi syarat mendasar pembuatan tata perundangan. Prinsip ini mengakibatkan hukum yang kedudukannya lebih tinggi dapat menghapus hukum yang ada di bawahnya jika dirasa bertentangan, jadi jelas, dalam penyusunannya produk hukum yang lebih rendah tingkatannya harus sesuai dan sejalan dengan ketentuan yang ada di atasnya,” papar Imam.

Pancasila merupakan dasar negara, sedangkan Bahasa Indonesia sebagai identitas nasional dan pemersatu bangsa. Karena itulah, Imam berpandangan, dua mata kuliah itu seharusnya tetap dicantumkan dalam PP No. 57/2021.
“Dari sisi proses penyusunan regulasi, kami menyayangkan hal itu terjadi. Saya yakin, dalam tim penyusunan terdapat banyak ahli yang terlibat dan menguasai materi, baik aspek pendidikan maupun hukum, tapi mengapa seolah pada hasil akhir, PP ini seperti akan melakukan penguburan pada Pancasila dan Bahasa Indonesia,” ujarnya

Menurut Imam, proses penyusunan sebuah regulasi, termasuk PP biasanya melalui diskusi dan debat panjang mulai dari pasal per pasal hingga ayat per ayat. Demikian pula, proses sinkronisasi dan harmonisasinya. “ari sisi konsep, PP No. 57/2021 lebih baik daripada PP sebelumnya, yaitu PP Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Namun, sebagai regulasi, isi dalam PP No. 57/2021 ini bahaya.

“Meskipun PP No. 57/2021 telah mampu mencakup pengaturan kebijakan pendidikan formal di jenjang pendidikan tinggi, akan tetapi isi PP ini justru bertentangan dengan UU No. 12/2012, maka dari itu tanpa mengurangi keluasan cakupannya PP ini harus dicabut untuk diubah atau direvisi, ujarnya

Meskipun pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku pengusul PP sudah memberikan penjelasan kepada publik. Namun, hal itu menurut Imam, hanya sebuah apologi yang menunjukkan kepanikan atas kesalahan yang dibuat. PP No. 57/2021 menunjukkan pengambilan keputusan tanpa informasi lengkap, pertimbangan mendalam, dan mencerminkan sikap yang tidak bertanggungjawab terhadap Pancasila. Komnasdik Magetan meminta pemerintah membatalkan PP No. 57/2021. Komnasdik juga merekomendasikan digelarnya uji materi terhadap pasal-pasal yang tidak relevan dalam mendukung kemajuan pendidikan karakter bangsa.”Kami mendorong kepada segenap elemen bangsa, para relawan advokat, (dan) para ahli untuk bahu membahu bersama dengan guru, dosen, pendidik, dan pegiat Pancasila di tanah air, bergabung mewujudkan uji materi ke Mahkamah Agung,” kata Imam.

Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa sudah seharusnya mengilhami dunia pendidikan. Ketika PP No. 57/2021 melemahkan posisi Pancasila dalam pembelajaran, dan menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam mengarusutamakan Pancasila dalam pendidikan. Maka kami mendesak juga agar Kementerian Pendidikan segera mengumpulkan ahli-ahli kurikulum pendidikan tinggi beserta muatan regulasi yang harus tertuang di dalamnya.

“Intinya, mata kuliah Pancasila dan Bahasa Indonesia harus menjadi mata kuliah wajib di sana. Adapun sebagai solusi sementara, terkait dengan mata kuliah wajib ini. Civitas akademika di Kampus tetap bisa mengacu kepada Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 84/E/KPT/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Mata Kuliah Wajib Pada Kurikulum Pendidikan Tinggi. Jadi Pancasila dan Bahasa Indonesia inisyaAllah tetap menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa,” pungkas Imam yang juga Dosen di salah satu PTS di Madiun. (red)

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan