banner 728x90

Komnas Perlindungan Anak : Tak Tahan Disiksa Orang Tua Dan Pembantu, Bocah Tujuh Tahun Lari Ke Hutan

Arist Merdeka Sirait

Mearindo – Jakarta, Komnas Anak : Seorang bocah berusia tujuh tahun, AHMR lari dari kediamannya di desa Sibaragas Toruan, Kecamatan Pagaran, Siborong – borong Kabupaten Tapanuli Utara. Tak kuasa menahan siksaan bocah putus sekolah ini lari ke hutan desa Lumban Motung hingga ditemukan warga dengan kondisi memprihatinkan. 


Berbagai perlakuan kasar bahkan tak manusiawi kerap dirasakan AHMR (korban-‘red).  Ayah tirinya Eben Pasaribu alias Tiger, ibu kandung Yanti Mulyanis kerap menganiaya korban bahkan memukul kepalanya hingga luka. Kekerasan ini juga dirasakan korban dari pembantu rumah Eben, Nuraini Sinaga dan Lambar. 


” Aku tidur di bak mandi  yang baru dibuat, makan pun kadang tak di beri. Ujar korban  dengan polosnya. Siksaan lain juga kerap dirasakan korban. Badannya kerap dipukul menggunakan bambu berukuran gagang sapu hingga patah. 


Bocah ini nekat lari sejauh sepuluh kilometer dari rumahnya menuju Desa Lumban Motung. Saat ditemui, abyan mengaku mendapatkan tindakan kekerasan hanya karena hal sepele. Bahkan abyan pernah di beri makan kotoran ayam. 


Sementara itu, abang korban Fauzan Ray sengaja dipisahkan darinya agar kedua orang tuanya leluasa menganiaya korban. Hal ini membuat ayah kandung korban Hasrizal Ray melaporkan kasus tersebut ke Polres Tapanuli Utara. 


Perpisahan antara orang tuanya ini seolah menjadi petaka bagi korban. Mulai penganiayaan, perlakuan tak wajar hingga tak diperbolehkan mengenyam pendidikan dialami bocah berusia tujuh tahun ini. Dan
Hal ini pun memicu amarah bagi warga sekitar. Keluarga berharap, kasus ini segera menjadi perhatian bagi penegak hukum. Kini korban diamankan pihak keluarga di kota Medan.


Atas kasus penganiayaan dan penyiksaan yang dialami korban AHMR, “Pollres Tapanuli Utara dipastikan memberikan atensi untuk segera menindaklanjuti perkara ini”,  demikian disampaikan AKBP Horas Silaen Kapolres Tapanuli Utara kepada Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak.


“Saya pastikan jajaran Satkrimum Polres Tapanuli Utara khususnya UNIT PPPA dan komitmen Polres Taput akan bekerja keras untuk menangani  kasus kekerasan dan penganiayaan ini”  tambahnya lagi.


Arist Merdeka Sirait menjelaskan bahwa peristiwa memulihkan diawal tahun Dua Puluh Dua Puluh (2020) ini telah mengundang  reaksi masyarakat Tapanuli Utara khususnya masyarakat di Siborongborong, betapa nasib anak-anak di Indonesia dilingkungan dekatnya pun tidak bebas dari kekerasan.


Oleh sebab itu, untuk keadilan dan kepentingan terbaik anak (the best interest of child) tidak ada alasan bagi siapapun pelaku kekerasan yang dapat ditoleransi dan kebal hukum, sekalipun  orangtua kandung sebagai pelaku maupun orang disekitar korban yang mengetahui  penyiksaan itu namun tidak memberikan pertolongan termasuk orang yang ada disekitar anak dan keluarga dekat,  dengan demikian Polres Tapanuli Utara dipastikan akan segera menangkap dan menahan pelaku dan menjeratnya pelaku dengan ketentuan UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun pidana penjara. 


Jika orangtua kandung terbukti menjadi pelaku,  maka orangtua  dapat dijerat dengan ketentuan pasal berlapis, yakni ditambahkan sepertiga dari pidana pokoknya,   demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak dalam siaran persnya dari markasnya di Jakarta Timur Sabtu 04/01.


Untuk memulihkan trauma berat korban yang saat ini diberi rasa nyaman di rumah salah satu keluarga korban di Medan, KOMNAS Perlindungan  Anak akan segera meminta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Propinsi Sumatera Utara untuk memberikan dampingan pemulihan traumatis korban, tandas Arist. (Red)

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan