Dewan Pers Indonesia Targetan Sertifikasi Wartawan Melalui LSP yang berlisensi BNSP
Jakarta – Mearindo.com, Dengan terbentuknya susunan lengkap Struktur Kepengurusan Dewan Pers Indonesia pasca Kongres Pers Indonesia tahun 2019 yang Di gelar 06 Maret lalu, Ketua Dewan Pers Indonesia Heintje Mandagi mengatakan, langkah selanjutnya adalah seluruh Anggota Dewan Pers Indonesia harus segera bekerja menyusun program kerja sambil menunggu rekomendasi hasil Kongres Pers Indonesia diserahkan ke Presiden Republik Indonesia.
Ditengah ‘badai’ ancaman somasi Ketua Dewan Pers Joseph Adi Prasetyo terhadap Dewan Pers Indonesia hasil Kongres Pers Indonesia 2019, Mandagi menuturkan, masih ada lagi muncul penolakan dan cibiran dari kelompok yang menamakan Majelis Pers. Kelompok ini megaku sebagai pelaku sejarah dan mengklaim sebagai satu-satunya lembaga yang berhak memperjuangkan kemerdekaan pers.
“Yang pasti Dewan Pers Indonesia ini telah dilahirkan oleh 12 organisasi pers yang mana 6 di antaranya adalah organisasi pers yang telah ikut berjasa membentuk kembali Dewan Pers pasca dibubarkan dan disahkannya Undang-Undang Pers yang baru nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” terang Mandagi.
Mandagi dalam kapasitas selaku Sekretaris Sekber Pers Indonesia juga menambahkan, untuk menghadapi segala ancaman dan penolakan atas berdirinya Dewan Pers Indonesia maka Sekber Pers Indonesia akan segera membentuk Tim Advokasi yang terdiri dari para pengacara handal.
Sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia, Mandagi menegaskan, pihaknya akan berkonsentrasi melihat peluang besar untuk mensejahterakan wartawan Indonesia sudah berada di depan mata. “Kita akan bekerja dengan membangun sistem yang perofesional dan modern untuk membawa pers Indonesia maju, mandiri, merdeka, dan sejahtera,” pungkasnya.
Dijelaskan pula, bersama dengan Komisi Usaha yang dijabat Yockie Hutagalung, Dewan Pers Indonesia akan memperjuangkan belanja iklan nasional terdistribusi ke setiap provinsi agar ribuan media cetak lokal dan media online bisa mendapatkan peluang besar memperoleh pemasukan besar dari belanja iklan nasional tersebut.
“Pers Indonesia harus sejahtera karena peluang itu sangat besar dan terbuka lebar, namun selama ini pemerintah diam saja karena tidak paham, begitupun dengan Dewan Pers yang ada sekarang tidak pernah melakukan upaya untuk memperjuangan belanja iklan nasional tersebut dishare ke media lokal untuk kesejahteraan wartawan,” terangnya.
Yang ada sekarang ini, menurut Mandagi, Dewan Pers malah sibuk dengan proyek Uji Kompetensi Wartawan, Verifikasi Media, dan membentuk satgas untuk menakut-nakuti media-media online yang sesungguhnya sudah berjasa menciptakan puluhan ribu tenaga kerja wartawan dan pekerja pers.
Selain itu, Dewan Pers Indonesia akan bekerja melayani masyarakat menyampaikan aduan terkait masalah pemberitaan melalui Komisi Pengaduan Masyarakat.
“Masyarakat yang membutuhkan penyelesaian sengketa pers akan dilayani melalui Posko Layanan Pengaduan di setiap Perwakilan Provinsi di seluruh Indonesia, sehingga harapan kami tidak ada lagi wartawan yang dilaporkan ke polisi terkait sengketa pers, dan masyarakat tidak perlu lagi jauh-jauh ke Jakarta untuk melapor ke Dewan Pers,” tuturnya.
“Peraturan-peraturan di bidang pers yang ditetapkan pada Kongres kemarin akan segera diimplementasi oleh seluruh organisasi pers, dan Dewan Pers akan memfasilitasi itu, terutama pengangkatan keanggotaan wartawan dan verifikasi media agar nantinya tidak ada lagi wartawan dan media yang disebut abal-abal oleh Dewan Pers,” urainya.
Sistem verifikasi media yang dibangun oleh Dewan Pers Indonesia adalah untuk menempatkan kemampuan media berdasarkan klasifikasi. Sebagai perbandingan, sistem yang dibuat Dewan Pers yang ada sekarang, misalnya media harian Kompas yang sudah berdiri puluhan tahun sama klasifikasinya dengan media lokal yang baru lolos verifikasi di dewan pers. Versi Dewan Pers Indonesia akan memberi rating sesuai kemampuan dan pengalaman media berdasarkan klasifikasi yaitu Perusahaan Pers kategori Kecil, Menengah, dan Besar.
Sistem lain yang akan dibangun oleh Dewan Pers Indonesia adalah Sertifikasi Kompetensi Wartawan. Selama ini wartawan disodori program Uji Kompetensi Wartawan oleh Dewan Pers dengan bermodalkan Lembaga Sertifikasi Profesi atau LSP berlisensi Dewan Pers, kemudian melaksaakan uji kompetensi tanpa pernah melakukan pendidkan atau pembinaan terlebih dahulu. Ironisnya, setelah lulus UKW sertifikatnya tidak sah karena bukan produk Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP.
“Sistem yang kami akan terapkan adalah wartawan mengikuti proses sertifikasi melaluji LSP yang berlisensi BNSP, sehingga sertifikatnya berstandar internasional dan bisa digunakan melamar pekerjaan wartawan di perusahaan luar negeri,” ujar Mandagi.
Sementara itu Peraturan Pers tentang Keanggotaan dan Sertifikasi Kompetensi Wartawan akan segera diterapkan oleh organisasi-organisasi pers. Pengangkatan keanggotaan Wartawan dinyatakan sah bukan karena ikut UKW melainkan sah setelah ditetapkan secara resmi oleh organisasi pers berdasarkan rekomendasi dari pimpinan redaksi. (Lana/DPI)
No Responses