Viral Fitnah Pemurtadan Korban Bencana, Relawan Dihimbau Menjunjung Prinsip Kemanusiaan
Anak korban gempa lombok, saat upacara bendera di tempat pengungsian, 27/08/2018
Lombok – NTB
Mearindo, Ditengah upaya seluruh pihak dan masyarakat Lombok untuk bangkit kembali paska rentetan gempa sejak 29 Juli dan 5 Agustus 2018 yang menyebabkan ratusan warga meninggal dan ratusan ribu warga kehilangan aset penghidupan yang memaksa mereka harus mengungsi.
Akhir-akhir ini di media sosial, diramaikan dengan adanya isu proselitisme (penyebaran keyakinan/agama) yang diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Isu itu mereka sebarkan melului WA, facebook dan media internet lainua dengan menyertakan gambar/ vidio disaat relawan melakukan kegiatan trauma hilling atau saat game anak, akan tetapi si penyebar berita menuliskan seolah olah yang dilakukan relawan kemanusiaan tersebut adalah upaya memurtadkan keyakinan korban bencana untuk pindah agama.
Menanggapi hal tersebut, Humanitarian Forum Indonesia melalui Surya Rahman Muhammad selaku Direktur Eksekutif kepada media menjelaskan bahwa Relawan Kemanusiaan Humanitarian Forum Indonesia merupakan forum bagi 15 lembaga kemanusiaan berbasis iman dan berlatar belakang bermacam-macam agama, suku dan ras.
“Dihimbau seluruh pihak relawan kemanusiaan dapat mengindahkan prinsip-prinsip kemanusiaan, sehingga proses dukungan kemanusiaan untuk lombok kembali bangkit dapat terlaksana dengan effektif dan effisien”, Surya Rahman Muhammad
Humanitarian Forum Indonesia disampaikan Surya Rahman Muhammad selaku Direktur Eksekutif melalui confrens pers menghimbau kepada seluruh para pekerja dan relawan kemanusiaan :
- Para pekerja dan relawan kemanusiaan yang berkerja di Lombok untuk selalu menjunjung kode etik dasar kemanusiaan ( _The Humanitarian Principles_ ), yang meliputi :
(i)Humanity (Kemanusiaan)
(ii) Impartiality (Ketidakberpihakan)
(iii) Neutrality (Netralitas)
(iv) Independency (Independensi)
(v) Transparancy (Terbuk) - Menjunjung prinsip-prinsip akuntabilitas kemanusiaan yang salah satunya adalah non-proselitisme (tidak menyebarkan keyakinan / agama) yang berbeda dari keyakinan yang di anut penyintas.
- Tidak menggunakan atribut-atribut keagamaan yang berbeda dari mayoritas keyakinan yang dianut oleh penyintas selama pemberian layanan kemanusiaan.
- Mengajak kepada seluruh Tokoh Agama (Tuan Guru, Ulama, Ustadz) di Nusa Tenggara Barat untuk turut serta memberikan penguatan mental dan spiritual kepada seluruh penyintas dan terlibat dalam proses pemulihan paska gempa.
- Mehimbau seluruh pihak untuk melakukan konfirmasi ( _tabayyun_ ) terkait informasi-infomasi yang beredar di media sosial sebelum menyebarkan kembali untuk mengurangi informasi yang menyesatkan ( _hoax_ ) dan fitnah.
- Jika menemukan kasus-kasus yang mengganggu proses penanganan penyintas untuk Lombok kembali Bangkit, dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak keamanan setempat dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri.
- Memberikan jaminan kepada seluruh pihak bahwa seluruh anggota HFI yang turut memberikan dukungan kemanusiaan di Lombok, akan selalu berpegang pada kode etik dasar kemanusiaan & 13 prinsip standar akuntabilitas pengelolaan bantuan kemanusiaan (Idependensi, Komitmen Organsisasi, Kompetensi, Non Diskriminasi, Partisipasi, Transparansi, Koordinasi, Pembelajaran dan Perbaikan, Kemitraan, *Non-Proselitisme*, Mekanisme Umpan Balik, Kemandirian, dan Keberpihakan terhadap Kelompok Rentan).
HFI merupakan gabungan relawan kemanusiaan berbasis iman dan atau ormas keagamaan yang terdiri dari Muhammadiyah Disaster Management Centre, Dompet Dhuafa, KARINA – KWI, Yayasan Tanggul Bencana di Indonesia, Wahana Visi Indonesia, YAKKUM Emergency Unit, Perkumpulan Peningkatan Keberdayaan Masyarakat, PKPU Human Initiative, Church World Service, Habitat for Humanity Indonesia, Unit Pengurangan Risiko Bencana Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Rebana Indonesia, Rumah Zakat, Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama, dan BAZNAS Tanggap Bencana. (Moris/JIR)
No Responses