banner 728x90

FAK NGLURUG ISTANA NEGARA KECAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG DIKAWATIRKAN MENUMBUHKAN KEMBALI FAHAM KOMUNIS

AKSI FRONT ANTI
KOMUNIS DI DEPAN ISTANA NEGARA, 10 MARET 2014
            Maraknya wacana didalam masyarakat
tentang pemberian kompensasi dan rehabilitasi terhadap eks PKI mendapat
tentangan dari banyak elemen masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan
diberangkatkannya lebih dari 150 masa dari Jawa Timur menuju Istana Negara,
9/3/14.
Ratusan masa
yang bergabung dalam Front Anti Komunis {FAK} bergegas menuju Jakarta dengan
diawali apel akbar di halaman Pon Pes Cokrokertopati, Takeran Magetan yang
dipimpin langsung KH. Zuhdi Tafsir, Pendiri sekaligus Ketua Umum FAK. Menurut
KH.Zuhdi.
Kyai Zuhdi yang
biasa disebut Kyai Doddeng ini kepada media menjelaskan bahwa Meskipun PKI
secara resmi telah dibubarkan oleh pemerintah, namun antek-antek komunis masih
berupaya menyebarkan faham komunis dan membangkitkan kembali PKI di Indonesia.
“Indikasi munculnya
kembali faham komunis ini diperkuat dengan adanya pihak pihak pro komunis yang
berjuang menuntut pencabutan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 1975, tentang perlakuan terhadap mereka yang terlibat G.30.S/PKI Golongan
C oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 33P/HUM/2011 sesuai Direktori
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tertanggal 2 Desember 2013” Terang
Kyai Zuhdi.
Sementara itu,
Sifaul Anam ketua OI Bersatu yang turut menerjunkan anggotanya juga menyayangkan
keputusan Mahkamah Agung tentang pencabutan Kepres Nomor 28 Tahun 1975, hal ini
jelas bahwa pemerintah melakukan kecerobohan besar yakni pembiaran terbukanya
kran penyebaran komunis yang sengaja memangkas Undang undang maupun
peraturan-peraturan yang sebelumnya mengikat larangan komunis di Indonesia kini
menjadi bias.
“Pemerintah
harus waspada dengan upaya tuntutan perubahan maupun penghapusan undang-undang
serta peraturan apapun yang didalamnya terdapat muatan komunis atau PKI
sekalipun, sebab ini merupakan langkah dari eks PKI untuk menghidupkan kembali
komunis di Negara Pancasila ini” tegas Anam sekaligus Kolap aksi dari Eks
Madiun
Aksi yang
diselenggarakan Front Anti Komunis ini diikuti oleh 400 lebih perwakilan
organisasi di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat ini mendapatkan pengawalan
ketat dari ratusan aparat bersenjata lengkap. Hal ini dikawatirkan terjadi
bentrok seperti aksi aksi sebelumnya yang meenyerukan anti komunis.
Sementara itu Orasi
yang dilakukan di depan Istana Negara Jakarta 10/03/14 ini mengecam keputusan
Mahkamah Agung tentang pencabutan Kepres Nomor 28 Tahun 1975 serta meminta
kepada Presiden untuk menyelamatkan Pancasila dari upaya rongrongan komunis
dengan cara mengembalikan ajaran fakta pemberontakan PKI sebagai salah satu
pelajaran sejarah di sekolah agar kader bangsa tidak buta sejarah dan dapat
membentengi diri dari masuknya faham komunis di Indonesia.
Disisi lain
perwakilan masa aksi yang hendak menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
terpaksa tidak dapat menyampaikan aspirasinya secara langsung, pasalnya ketika
dikonfirmasi melalui ajudanya menyatakan bahwa kedatangan Aliansi Anti Komunis
ini tidak didahului dengan surat pemberitahuan dan surat audensi secara resmi
sebelumnya, sehingga tidak bisa diagendakan.
Bahwa sejak
kemerdekaan sampai saat ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai gejolak
sosial, politik dan keamanan mulai dari gerakan sparatis, kesukuan,
pemberontakan DII/TII, PRRI/PERMESTA, RMS, Pemberontakan PKI tahun 1948,
Pemberontakan PKI tahun 1965, Gerakan Aceh Merdeka {GAM}, Organisasi Papua
Merdeka {OPM}, dan berbagai pemberontakan-pemberontakan tersebut hamper semua
dapat dipadamkan tanpa satupun dari mereka memeinta kompensasi atau
rehabilitasi kecuali G.30.S/PKI, Sebab dalam hal ini PKI mengajukan diri kepada
pemerintah sebagai korban kejahatan dan menuding para jendral sebagai dalang
pelanggaran HAM.
Sementara itu
Arukat selaku ketua Yayasan Pusat Kajian Kumunitas Indonesia dalam orasinya
menyatakan bahwa upaya nyata bangkitnya kembali komunis gaya baru di negeri ini
adalah dengan ditandai pemutarbalikan fakta sejarah secara sistematik, dengan
menginfiltrasi kurikulum berbasis kompetensi tahun 2004 tanpa menyebut sama
sekali PKI pernah melakukan pemberontakan baik ditahun 1948 maupun tahun 1965,
meskipun pada akhirnya pemerintah meluruskan kembali.
“Pada hakekatnya
pencabutan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1975, tanggal
25 juni 1975 oleh Mahkamah Agung atas tuntutan para eks PKI yang sebelumnya
melakukan gugatan  class action melalui
Pengadilan Negeri Jakarya Pusat pada tahun 2005 terhadap empat mantan Presiden
Republik Indonesia dan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, mereka menuntut kompensasi perorang sebesar Rp.
975.000.000 sampai 2.500.000.000,-“ beber Arukat

Aksi yang
berlangsung damai tersebut diakhiri dengan doa bersama untuk para pahlawan
serta alim ulama’ yang gugur akibat pemberontakan PKI, para pendemo juga
berjanji akan melakukan aksi yang lebih besar dan serentak apabila pemerintah
tidak mengkaji ulang putusan Mahkamah Agung tersebut. Tim
banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan