banner 728x90

Mewaspadai Verbal Bullying

Jawatimur – Magetan – Mearindo – Melihat eksistensinya, manusia diciptakan oleh Tuhan di dunia ini tidak lah tunggal dan sendirian, melainkan ada manusia lain yang sejenis namun beragam ciri fisik, bahasa, dan tentunya tempat tinggal. Kita tahu bahwa keragaman asal, kebiasaan serta kondisi sosial akan melahirkan watak dan karakter yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Namun dari semua keragaman tersebut, pada hakikatnya diikat dalam satu kesamaan hak dasar sebagai manusia, yakni kebebasan untuk tumbuh dan mengembangkan diri, serta merdeka dari segala bentuk intimidasi yang mengganggu kenyamanan batin maupun alam pikiran individu.

Berangkat dari prinsip hak dasar tersebut, tidak boleh ada satu manusiapun di muka bumi ini yang terjajah kebebasan dirinya, maupun tertindas kehendak hati dan pikirannya yang sehat. kata Hanif Ikhsani, M.Pd, Kepala. MTs Al Islam Genilangit saat ditemu Mearindo.com, Kamis (13/01/2022)

“Hak dasar yang wajar dan normal sebagai manusia tersebut makin hari makin terkikis oleh perilaku yang dilakukan di tengah kehidupan manusia milenial. Perilaku tersebut semakin meningkat sejak memasuki ruang pandemi yang begitu ketat di atas kertas, tetapi leluasa dalam realita. Perilaku yang menggerus hak dasar sesama manusia tersebut bernama bullying.” jelasnya

Sebagian kita, tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah bullying ini. Apalagi jika bullying dimaknai dengan tindakan kekerasan fisik yang dilakukan secara beramai-ramai terhadap korban yang jumlahnya tidak seimbang sebagaimana dinyatakan oleh Olweus, atau bahkan hanya seorang saja. Akan tetapi yang sering luput dari perhatian kita adalah apa yang diingatkan oleh Coloroso bahwa bullying adalah kekerasan yang tidak hanya berupa fisik semata, melainkan verbal. ungkap Hanif

Lebih lanjut, Hanif mengatakan, “dari sini kita mendapati bahwa bullying bukan semata kekerasan fisik, melainkan juga verbal (kata-kata). Kata-kata yang diucapkan seseorang bisa menjadi tindakan bullying bila di dalamnya mengandung intimidasi (ancaman), pemaksaan, tuduhan yang tidak benar (fitnah), maupun umpatan yang ditujukan untuk merendahkan harga diri seseorang berupa boddy shaming dan lainnya.”

Lantas seberapa menghawatirkannya verbal bullying ini? Faktanya, bila bullying secara fisik terjadi, korban tidak hanya mendapatkan luka tapi juga sangat mungkin mendapatkan trauma sesaat atas tindakan pelaku tersebut. Akan tetapi, rasa traumatik perlahan akan mulai menghilang bersamaan dengan hilngnya bekas luka fisik yang ada.

“Berbeda dengan verbal bullying, meskipun korban tidak mendapati dampak secara fisik namun sejatinya kondisi psikologisnya sedang terluka dan justru membutuh waktu yang lebih lama untuk mengobatinya.
Dampak psikologis tersebut bisa berupa terganggunya mental individu, hilangnya rasa kepercayaan diri, kuatnya rasa takut, muncul kecemasan terus menerus sehingga timbul ketidak stabilan psikolgis, merasa inferior bahkan berujung pada pengasingan diri dari interaksi sosial karena dianggap akan mengancam bagi dirinya.”

Terhadap korban pada usia pelajar, beberapa diantaranya sampai memutuskan untuk berhenti dari bangku sekolah, tidak hanya itu dalam interaksi keseharian bersama keluarganya ia bahkan masih membatasi diri sehingga menikmati kesendirian di pojok ruang rumahnya. Dalam kasus orang dewasa, betapa banyak kasus yang berahir dengan meregang nyawa yang berawal dari sekedar olok-olok, maupun perendahan harga diri antara korban dengan pelaku.

Efek tak kentara, serius bahkan bisa menjadi permanen bagi sebagian korban inilah yang menyebabkan verbal bullying perlu mendapat perhatian kita bersama. Tentu dengan harapan agar anak kita kelak tidak menjadi pelaku maupun korban bullying ini.

Padahal, bila kita menyadari, model verbal bullying ini sangat mudah di dapati baik dilingkungan masyarakat maupun di lingkungan pendidikan tak terkecuali di dunia sosial media. Dalam interaksi pada tingkatan sekolah paling dasar, sudah lazim rasanya verbal bullying menggunakan body shamming, memanggail seseorang dengan identitas tertentu agar di tertawakan oleh sesama teman dan sebagainya. Tindakan tersebut biasanya luput dari pengawasan pendidik maupun orang tua di rumah, karena pelaku verbal bullying biasanya pandai melihat tempat dan situasi untuk menyasar korbannya.

Disinilah kita dapat memahami bahwa untuk menemukan tanda-tanda verbal bullying saja cukup rumit, belum lagi bila kita berangkat menuju pemulihan psikologis individu yang menjadi korban tentu tidak mudah. Oleh karenanya, untuk mencegah siapapun agar tidak menjadi pelaku verbal bullying maka sangat perlu memberikan pemahaman kepada setiap individu bahwa hidup dalam keragaman perbedaan adalah sebuah keniscayaan.

Apalagi, sebagai seorang muslim mempunyai konsep pemahaman dalam memandang perbedaan seperti yang tertulis dalam Qs. Al-Hujurat:13 “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari lak-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”.

Bila melihat penegasan ayat tersebut, maka perbedaan sesungguhnya adalah sesuatu yang terencana dan mempunyai tujuan, bukan menjadi sumber alasan mendominasi seseorang. Sehingga harus dipahami bahwa hidup setara adalah hak semua orang di dunia ini. Boleh jadi ada yang terlahir kuat secara fisik, akan tetapi mereka yang terlahir lemah tetap mendapatkan haknya untuk tidak tertindas oleh yang kuat.

Sehingga darinya tidak lahir pemaksaan kehendak, perendahan harga diri, penyalahgunaan dominasi, kekuatan dan lain sebagainya. Yang ada dalam benak kita semua yakni kehidupan adalah waktu untuk berbagi di dunia.
Lebih khusus kepada verbal bullying, Islam sangat melarang keras kepada para pemeluknya agar tidak melakukan perbuatan tersebut.

Qs Al-Hujurat: 11 mengultimatum bahwa “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang di tertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”

Maka dengan demikian, jelaslah di dalam Islam bahwa tidak dibenarkan seorangpun melakukan verbal bullying kepada sesamanya. tutur Hanif mengakhiri. (G.Tik)

banner 468x60

No Responses

Tinggalkan Balasan